
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia ikut berupaya memerangi Islamofobia sejak lama. Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Lalu Muhammad Iqbal, menyebut ikhtiar ini terlihat dari upaya melakukan dialog antar agama (Interfaith dialogue) yang difasilitasi Pemerintah RI.
"Bagi kita, Islamofobia sama buruknya dengan kristeniphobia, hinduphobia, atau ketakutan akan agama lainnya," ujar Iqbal kepada Republika.co.id, belum lama ini. Fobia atas nama agama apapun bukanlah hal yang baik. Di sisi lain, ekstrimisme atas semua agama juga di tentang. Dia menilai, perbedaan agama harusnya membawa keberagaman dan solidaritas, bukan malah memecah-belah suatu negara.
Usaha dalam menjalankan interfaith dialogue selalu diupayakan pemerintah kepada semua negara. Indonesia bahkan menjadi negara paling di depan untuk menyajikan ini.
Menurut dia, Indonesia telah menjadi model di dunia untuk urusan keberagaman. "Kita banyak kerjasama bilateral untuk dialog keagamaan ini. Salah satunya di Austria, Inggris,"jelas dia.
Kemenlu secara rutin mengajak tokoh agama dari berbagai agama untuk keliling dunia. Perjalanan ini dilakukan untuk secara bersama-sama mempromosikan dialog ini. Dia berharap, program ini bisa membuat dunia lebih mengenal akan perbedaan dan bisa menerimanya.
Iqbal menyebut, isu islamofobia semakin santer terdengar di media. Selain itu, ada peningkatan ekstrimisme dengan latar belakang agama. Ekstrimisme ini terjadi di semua agama, tidak hanya Islam, Kristen, atau agama tertentu.
Ia melanjutkan, pemerintah sejak dulu memiliki pandangan bahwa salah satu penyebab ekstrimisme dan terorisme, adalah masalah sosial. Di Eropa, isu sosial dari Islamofobia yang ada adalah adanya kegagalan integrasi sosial dari para migran.
Banyak migran yang gagal berbaur dengan kebudayaan di negara barunya. Di sisi lain, ba nyak pengangguran bermunculan dari negara asli. Kombinasi kondisi ini menyebabkan munculnya kebencian, ketidaksukaan, dan ekstrimisme atas migran yang berujung pada nama agama.
"Jadi ini awalnya masalah sosial tapi dibungkus dengan atas nama agama. Nah ini jangan hanya diselesaikan masalah di permukaannya saja, tapi selesaikan dari akarnya. Akar masalahnya kan sosial," lanjutnya.
Orang Indonesia, menurut Iqbal, menjadi pihak yang selalu mampu berbaur dengan budaya setempat tempat baru. Kemampuan ini jelas membantu mereka dalam beradaptasi dan membantu mereka bertahan. "Yang disebut Islamofobia tidak selalu benar-benar tidaksuka dengan Islam,"jelas dia.
Ketua Bidang Hubungan antar Lembaga dan Luar Negeri Dewan Masjid Indonesia (DMI) KH Natsir Zubaidi, menyebut keberadaan masjid Indonesia di luar negeri bisa membantu mengenalkan budaya dan kebiasaan Islam yang baik. Masyarakat pun akan mendapat pengetahuan lebih tentang Islam itu sendiri.
"Adanya masjid Indonesia membantu dalam penyebaran kebudayaan. Peradaban dan budaya di Indonesia bisa disebarkan lewat masjid-masjid yang ada,"ujar dia. Menurut dia, penyebaran ini tidak hanya kepada jamaah masjid tapi juga masyarakat sekitar yang beragama lain.
https://ift.tt/2I5q1Mf
March 29, 2019 at 05:00PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2I5q1Mf
via IFTTT
No comments:
Post a Comment