REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia melelang Sukuk Bank Indonesia (Sukbi) secara perdana pada Jumat (21/12). Tenor yang ditawarkan yakni tujuh hari dan 14 hari dengan hasilnya total pemenangan sebesar Rp 3,053 miliar.
Tenor 7 hari dengan indikasi tingkat imbalan sebesar 6 persen dan nisbah bagi hasil 90 persen, nominal pemenangan yakni Rp 1,225 miliar. Sementara tenor 14 hari, memiliki indikasi imbalan 6,1 persen, nominal pemenangan Rp 1,828 miliar.
Direktur Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia, Pribadi Santoso mengatakan lelang akan dilakukan secara rutin. Terutama saat kondisi likuiditas perbankan syariah cukup tinggi. Frekuensi penawaran tenor 7 hari ditetapkan 9 kali dan tenor 14 hari sebanyak 8 kali.
"Ada jadwalnya, bisa dilihat di website BI, setiap minggu ada lelang tapi tenornya beda-beda, sejauh ini yang paling banyak dilelang adalah yang tenor 1 dan 2 minggu, sementara 1 bulan dan 3 bulan itu jarang," kata Pribadi.
Menurutnya, SukBI tidak memiliki target pencapaian karena memang tidak bertujuan menghimpun dana untuk proyek. Melainkan sebagai instrumen penjaga likuiditas dalam operasi moneter (OM) syariah.
SukBI telah disosialisasikan sejak penyelenggaraan Indonesia Sharia Economy Festival (ISEF) 2018 di Surabaya, baik kepada perbankan syariah mau pun konvensional. Pribadi menyampaikan respons yang diterima oleh BI cukup baik
"Respons dari pasar yang kami terima sejauh ini baik, karena memang ada kebutuhan pengelolaan likuiditas untuk jangka pendek, terutama bagi lembaga syariah ini karena memang belum punya," kata dia.
Misal saat perbankan syariah mengalami kelebihan likuiditas maka dananya bisa ditempatkan di instrumen ini. SukBI juga cukup likuid karena, tenornya pendek, yakni 1 minggu, 2 minggu, 1 bulan, dan tiga bulan.
Jika dibutuhkan lebih cepat, maka instrumen bisa diperjualbelikan lagi di pasar sekunder. Jika pembeli di pasar primer hanya boleh lembaga keuangan syariah, maka pembeli di pasar sekunder boleh perbankan konvensional.
Bank konvensional sudah jauh lebih dulu memiliki instrumen serupa yakni TD, Repo, RR SBN. SukBI ini mengisi kekosongan instrumen OM syariah untuk tenor-tenor pendek tersebut.
Menurut data BI, likuiditas perbankan syariah hanya bergerak antara 5-13 persen jika dibandingkan pangsa terhadap konvensional. Nilai OM Syariah tidak pernah lebih dari Rp 50 miliar sementara OM konvensional antara Rp 200-500 miliar mulai 2015 sampai 2018.
Berdasarkan data per 6 Desember 2018, sebanyak 47 persen OM Syariah didominasi oleh instrumen overnight (Fasbis). Sisanya tenor panjang (9 dan 12 bulan) sebesar 33 persen dan tenor 1 bulan sebesar 20 persen.
SukBI juga dinilai bisa membantu bank syariah agar lebih mandiri. Dengan instrumen pengelolaan likuiditas yang lebih banyak maka operasionalnya bisa lebih mandiri tanpa tergantung kepala pihak lain.
Akad yang digunakan pada SukBI adalah musyarakah muntahiyah bit tamlik. Underlyingnya adalah surat berharga syariah negara milik BI.
Direktur Bank Syariah Mandiri, Ade Cahyo Nugroho menyampaikan Bank Indonesia sudah melakukan sosialisasi SukBI pada Selasa, 18 Desember 2018 lalu. Lelang pertama pada Jumat (21/12) juga diikuti oleh Mandiri Syariah.
"Mandiri Syariah sudah menggunakan dan ikut lelang pada tanggal 21 Desember 2018. Pembelian Sukuk telah dilaksanakan untuk tenor 1 minggu dan 2 minggu sebagai alternatif penempatan dana selain pada Fasbis," kata dia pada Republika, Ahad (23/12).
Menurut Ade, Mandiri Syariah menyambut baik kehadiran SukBI. Dengan adanya Sukuk BI, Bank Syariah menjadi lebih banyak memiliki preferensi dalam hal pengelolaan likuiditas karena tenor SukBI berbeda dengan instrumen Money Market yang sudah ada.
http://bit.ly/2AclXEO
December 23, 2018 at 05:27PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2AclXEO
via IFTTT
No comments:
Post a Comment