Pages

Sunday, December 23, 2018

BMKG: Tak Ada Indikasi Tsunami Susulan

Alat pendeteksi tsunami tak mengindikasikan adanya kenaikan gelombang permukaan air.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan, sampai saat ini belum terdeteksi gejala munculnya kembali tsunami di wilayah perairan Selat Sunda. BMKG membantah isu tsunami susulan yang terjadi di Banten pada Ahad, (23/12).

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Rahmat Triyono mengatakan pendeteksi tsunami di perairan Selat Sunda dan sensor di Cigeulis tak mengindikasikan adanya kenaikan gelombang permukaan air di Selat Sunda. Selain itu, ia memantau aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau tidak signifikan.

"Kami dari BMKG tidak mencatat adanya satu hal yang signifikan dan serius sehingga sampai adanya tsunami susulan," katanya pada wartawan dalam konferensi pers, Ahad (23/12).

Menurut Rahmat, tidak ada istilah susulan dalam tsunami. Istilah susulan hanya digunakan untuk gempa bumi.

Tsunami hanya terjadi jika ada gempa besar, longsoran atau kejadian lain, seperti letusan gunung api di bawah laut yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air laut. Kalau kemudian ada tsunami lagi, artinya ada kejadian lain lagi yang memicunya.

Rahmat mengakui, masyarakat terdampak tsunami di Pandeglang sebelumnya sempat dikagetkan dengan kabar bunyi sirine tsunami susulan. Ia memastikan, BMKG tak mengeluarkan peringatan tsunami susulan lewat sirine itu, namun ia berjanji bakal menelusuri asal sirene.

"BMKG ada sirine, tapi kita tidak mengaktivasi. Nanti kami akan cross check, apakah di BPBD setempat membunyikan. Perlu diketahui di sana juga ada sirine milik perusahaan baja di Cilegon bisa jadi itu diaktivasi, tapi semua itu masih simpang siur, belum pasti," jelasnya.

Rahmat menyarankan, masyarakat supaya tak sembarang mengirim informasi yang masih diragukan kebenarannya soal tsunami di Selat Sunda. Ia khawatir hal tersebut bakal membuat kepanikan di tengah masyarakat.

Rahmat mengajak masyarakat belajar dari kasus tsunami di Palu, Lombok, dan Pangandaran. Saat itu beredar kabar bohong soal bencana alam tersebut.

"Saya berharap situasi panik ini tidak dimanfaatkan oleh orang-orang tak bertanggung jawab untuk menambahkan kepanikan," tuturnya.

Rahmat menjelaskan, bunyi sirine merupakan simbol perintah dari pemerintah daerah agar masyarakat mengevakuasi diri. Ia berharap masyarakat meningkatkan kewaspadaan pada aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau dan gelombang tinggi di perairan Selat Sunda serta mengandalkan informasi dari BMKG.

BMKG telah memprakirakan potensi gelombang tinggi akan berlangsung sampai 25 Desember. Masyarakat diimbau agar tak bermain sekitar pantai, terlebih di Selat Sunda.

"Kalau memang itu adanya peningkatan aktivitas vulkanik lebih waspada lagi karena dampaknya ada gelombang tinggi ditambah tsunami," ungkapnya.

Let's block ads! (Why?)


http://bit.ly/2EIFzUu
December 23, 2018 at 06:40PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2EIFzUu
via IFTTT

No comments:

Post a Comment