REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Presiden Turki Reccep Tayyep Erdogan mengatakan, Turki akan mengambil alih pertempuran melawan ISIS setelah Amerika Serikat (AS) menarik pasukan mereka dari Suriah. Presiden AS Donald Trump mengumumkan langkah yang mengejutkan dengan menarik sekitar 2.000 tentara AS di Suriah.
Kebijakan Trump menuai banyak kritik karena akan semakin sulit menemukan solusi diplomatik dalam konflik di Suriah yang sudah berlangsung selama tujuh tahun. Bagi Turki, langkah itu akan menghilangkan risiko gesekan dengan Amerika.
"Kami akan memulai rencana operasi kami untuk memberantas elemen-elemen ISIS, yang mana masih tetap utuh di Suriah, sesuai dengan percakapan kami dengan Presiden Trump," kata Erdogan dalam pidatonya di Istanbul, Sabtu (22/12).
Erdogan sudah lama mendorong sekutunya NATO untuk berhenti mendukung pasukan Kurdi di Suriah, YPG melawan ISIS. Menurut Turki, YPG adalah kelompok teroris yang memiliki afiliasi dengan partai terlarang Kurdistan Workers’ Party (PKK), sebuah partai yang memperjuangan separtisme di Turki.
Baca juga, Trump akan Tarik Seluruh Pasukan AS di Suriah.
Dalam Pidatonya tersebut Erdogan mengatakan akan memobilisasi pasukan Turki untuk berperang melawan teroris ISIS yang masih tersisa. Ia juga mengatakan untuk sementara waktu berhenti menyerang pasukan Kurdi di sebelah utara Suriah. Perubahan rencana ini dipicu penarikan pasukan AS di Suriah.
Berita penarikan pasukan AS ini tidak disambut baik oleh sekutu AS lainnya. Baik Prancis dan Jerman sudah memperingatakan perubahan kebijakan AS di Suriah itu akan berdampak buruk pada pertempuran melawan ISIS. Teroris ISIS memang sempat menguasai Irak dan Suriah pada 014-2015 lalu tapi kini mereka sudah diusir dari kota-kota besar dua negara tersebut.
Salah satu pejabat AS yang tidak disebutkan namanya mengatakan ada kemungkinan AS tetap melakukan operasi di Suriah. Pentagon sedang mempertimbangkan untuk menggunakan tim operasi khusus yang bermarkasi di Irak untuk menyerang markas-markas ISIS yang tersisa.
Pejabat itu menekankan penggunaan tim khusus menjadi salah satu opsi dari beberapa pilihan yang tersedia. Hal ini pun masih dalam tahap perencanaan dan belum ada keputusan final.
ISIS kembali melakukan serangan pada Jumat (21/12) kemarin. Mereka menyerang milisi SDF yang didukung Amerika menggunakan bom mobil dan puluhan anggota kelompok teroris tersebut.
Pada pekan lalu Erdogan sempat mengumumkan akan segera melancarkan operasi untuk bertempur melawan pasukan YPG di sebelah utara Sungai Efrat.
Pada pekan ini ia mengatakan operasi tersebut bisa dilakukan kapan saja. Tapi hari Jumat kemarin ia mengubah sikapnya setelah berbicara dengan Trump melalui sambungan telpon.
"Sambungan telepon kami dengan Presiden Trump, bersama dengan kontak antara diplomat dan pejabat keamanan kami dan pernyataan dari Amerika Serikat, telah membuat kami untuk menunggu sedikit lebih lama lagi," kata Erdogan.
http://bit.ly/2QKwp0F
December 22, 2018 at 04:49PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2QKwp0F
via IFTTT
No comments:
Post a Comment