REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Abdul Manan berpendapat bahwa keputusan pemerintah untuk memberikan remisi kepada terpidana terpidana seumur hidup, I Nyoman Susrama, adalah kebijakan yang tidak tepat. AJI pun mendesak pemerintah transparan terkait pemberian remisi terhadap terpidana kasus pembunuhan wartawan itu.
"AJI menganggap pemberian remisi itu sangat tidak tepat untuk kasus pembunuhan wartawan, apalagi ini pembunuhan berencana," kata Manan di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Jumat (8/2).
Susrama adalah otak di balik pembunuhan wartawan Radar Bali Anak Agung Ngurah Bagus Narendra Prabangsa karena Prabangsa memberitakan tindak pidana korupsi pembangunan sekolah yang dilakukan oleh Susrama. Namun, pemerintah mengeluarkan keputusan untuk memberikan remisi kepada Susrama dengan mengacu pada Pasal 9 Keppres Nomor 174 Tahun 1999 yang mensyaratkan penerima remisi adalah narapidana yang dikenakan pidana penjara seumur hidup, telah menjalani masa pidana paling sedikit 5 tahun berturut-turut, serta telah berkelakuan baik.
"Remisi yang diberikan kepada seorang koruptor sekaligus otak dari pembunuhan berencana yang keji adalah suatu kesalahan," kata Manan.
Manan kemudian mempertanyakan indikator dari frasa "berkelakuan baik" pada aturan syarat pemberian remisi yang tertuang dalam Pasal 9 Keppres No. 174/1999. "Kemenkumham sebagai pihak yang berwenang mengeluarkan keputusan remisi harus mejabarkan indikator dari berkelakuan baik itu. Apa betul dia (Susrama) memang berkelakuan baik?" kata Manan.
Manan meminta pemerintah supaya lebih transparan dalam prosedur pemberian remisi kepada Susrama. "Pemberian remisi ini tidak transparan sehingga pantas mempertanyakan perbuatan baik seperti apa yang dilakukan sampai dia pantas untuk memperoleh remisi, padahal kejahatan yang dia lakukan sangat serius," tambah Manan.
Selain AJI, sejumlah kelompok masyarakat sipil juga menolak pemberian remisi kepada Susrama. Mereka menilai, pemberian remisi yang merupakan perubahan dari hukuman penjara seumur hidup menjadi pidana sementara penjara 20 tahun itu telah mencederai hukum Indonesia dan kebebasan pers.
http://bit.ly/2Gho27l
February 08, 2019 at 05:53PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2Gho27l
via IFTTT
No comments:
Post a Comment