REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertumbuhan penduduk, pemukiman, infrastruktur dan perubahan tata guna lahan yang cepat meningkatkan risiko bencana gerakan tanah. Bahkan saat ini pun banyak pemukiman yang terdeteksi berada pada zona kerentanan gerakan tanah.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api Badan Geologi Kementerian ESDM, Hendra Gunawan. Dia menyampaikan, fenomena gerakan tanah seperti yang terjadi di Kabupaten Lebak kemarin, bisa terjadi karena Indonesia berada di daerah tropis. Sehingga menyebabkan pelapukan berjalan sangat intensif.
"Kejadian gerakan tanah umumnya bersifat lokal skala kampung atau dusun. Dan potensinya dapat terjadi di mana saja di seluruh wilayah Indonesia," kata Hendra dalam Forum Merdeka Barat di Auditorium BMKG, Jumat (8/2).
Baca juga: Musim Hujan, TSTJ Solo Waspadai Penyakit pada Satwa
Hendra menjelaskan, selama ini Badan Geologi telah telah melakukan pemetaan zona kerentanan gerakan tanah. Pemetaan tersebut menurut dia, sudah terverifikasi seluruh Indonesia. Dia pun mengklaim, pihaknya telah menyosialisasikan peta zona kerentanan tersebut.
"Peringatan dini gerakan tanah juga kami lakukan. Untuk mengurangi jatuhnya korban jiwa, harta benda, serta dampak sosio-ekonomi akibat gerakan tanah," kata dia.
Sebelumnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak mencatat 93 rumah di Desa Sudamanik, Kecamatan Cimarga mengalami kerusakan akibat terjadi pergerakan tanag setelah dilanda hujan deras di daerah itu.
"Dari 93 rumah itu diantaranya empat rumah rusak berat dan roboh total hingga rata dengan tanah," kata Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Lebak, Kaprawi seperti dikutip Antara. Beruntung pergerakan tanah itu tidak menimbulkan korban jiwa.
http://bit.ly/2DhE25o
February 08, 2019 at 06:07PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2DhE25o
via IFTTT
No comments:
Post a Comment