REPUBLIKA.CO.ID, Cerpen Oleh: Griven H Putera
Suara muazin yang melaungkan azan terdengar parau, di tengah ratusan orang yang tegak mematung tanpa tudung kepala dan duduk mencangkung di atas semak-semak di pinggir sungai yang memadati tepian. Mereka tegak memaku dengan perasaan bermacam bagai sata matahari bersinar garang tepat di pucuk ubun-ubun.
Tiga perahu motor baru saja ditolak ke tengah sungai. Perahu pertama berisi orang-oranng patut, seperti Pak Ustaz, Tuan Syekh, Tuan Kadi, Pak RT, Kepala Desa, dan pejabat penting yang bertebak bak barau atau orang terpandang di kampung itu.
Perahu kedua berisi kaum kerabat mendiang yang agak jauh. Perahu motor ketiga berisi mendiang Cikgu Leman dan karib-kerabat dekat, seperti ibu, adik-kakak, istri, dan anak-anak yang ditinggal mendiang beserta mendiang sendiri yang terbaring kaku di bagian belakang.
Usai azan, muazin terisak. Begitu pula dengan beberapa orang di sampingnya. Sebagian melaung. Tangis mereka pecah. Di depan mereka, di sungai perahu-perahu motor mulai bergerak pelan. Bunyi mesinnya meraung, menenggelamkan raungan sebagian orang yang sayang pada mendiang.
Baru beberapa depa meninggalkan tepian, semua perahu motor tertahan karena tertabrak beting, pasir yang agak naik ke permukaan sungai akibat kemarau panjang.
Orang-orang yang tinggal di tepian terkesima. Sebagian yang tidak menangis ingin mengarungi sungai, ingin menolak perahu motor ke tengah agar mendiang cepat sampai ke rantau kebun. Rantau tempat orang kampung dikuburkan.
Sementara yang di dalam perahu motor juga resah. Turun tak mungkin. Walaupun kini musim kemarau, kedalaman air masih melampaui kepala orang dewasa.
Bunyi perahu motor terdengar semakin melolong karena volume gasnya terus digenjot juru mudi. Asap mesin perahu motor mengepul ke udara. Beberapa orang di perahu motor segera ambil pengayuh dan galah serta sembarang alat dalam perahu untuk bisa menolak perahu bermesin itu ke tengah, membantu perahu agar lepas dari jeratan pasir.
Gelombang bergolak hebat. Air menjadi keruh karena bercampur pasir merah yang timbul akibat pusaran kipas mesin perahu motor.
Entah berapa lama terhenti di tengah panas siang berdentang itu, pelan-pelan perahu-perahu motor bisa melepaskan diri. Semua perahu motor menghala ke hulu, menuju ke arah rantau kebun, ke tempat orang-orang kampung istirahat abadi.
https://ift.tt/2NmDy2e
February 22, 2019 at 06:33PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2NmDy2e
via IFTTT
No comments:
Post a Comment