REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Arya Sinulingga turut berikan tanggapan terkait janji kampanye Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi yang akan jadikan salah satu petinggi KPK menjadi Jaksa Agung. Terutama, setelah memenangkan Pilpres 2019 mendatang.
Namun, menurut Arya janji itu tidak sepadan dengan kenyataannya. Dia menambahkan, jika dilihat dari hasil survei, interval persentase antara Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi masih jauh. Sehingga janji-janji itu belum layak untuk dipercayai, seperti kata pepatah "jauh panggang dari api".
"Kita nggak usah banyak cerita yang ke depan gitu yah, apalagi mereka jauh hasil surveinya," kata Arya saat dihubungi, Jumat (1/2).
Bahkan Arya menyebut janji yang diungkapkan kubu Paslon nomor urut 02 itu tidak jauh berbeda dengan janji-janji kampanye calon legislatif atau kandidat Pemilu lainnya, yang bahkan saat terpilih pun belum tentu direalisasikan apalagi saat tidak terpilih.
"Itu kan janji kalau menang, nah kalau nggak menang gimana," tutur Arya.
Arya kembali menegaskan, masih ada beberapa proses pra-Pemilu 2019 yang harus dilewati, sehingga menurutnya hal-hal seperti itu belum layak diungkapkan. "Udah kita bertarung aja dulu, kita belum tahu kok soal janji dari dia bener atau enggaknya, sesuatu yang belum jelas juga itu," kata dia.
Sejumlah nama mantan petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), seperti Bambang Widjajanto, Busyro Muqodas, Chandra M Hamzah, ahli hukum Todung Mulya Lubis, dan penyidik KPK Novel Baswedan disebut-sebut akan menjadi kandidat jaksa agung. Ini terjadi jika nantinya capres nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga terpilih sebagai presiden dan wakil presiden periode 2019-2024.
Koordinator Jubir Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Dahnil Anzhar Simanjuntak menilai kelima nama tersebut sampai saat ini masih akan dipertimbangkan. "Lima orang itu tentu menjadi pertimbangan, banyak disebut sebut begitu ya. Ada Mas Bambang Widjojanto, ada Mas Novel ada Pak Busyro Muqodas dan beberapa tokoh lain. Bisa bertambah untuk kita pertimbangkan," kata Dahnil di Media Center Prabowo-Sandiaga, Kamis (31/1).
Dahnil menjelaskan munculnya kelima nama tersebut didasarkan keinginan Prabowo-Sandiaga yang bertekad menegakkan hukum di pemerintahannya. Prabowo-Sandi sejak awal dalam berbagai kesempatan mengatakan bahwa tidak ingin lagi ada politisasi hukum.
"Hukum tidak boleh dijadikan jadi alat politik. Dan itu yang terjadi hari ini. Misalnya di kejaksaan agung banyak tiba-tiba orang partai politikus hijrah ke satu partai untuk menghindari hukuman. Nah itu tak boleh terjadi lagi nanti proses hukum kita rusak," ucapnya.
Dahnil memastikan bahwa Prabowo-Sandiaga tidak akan mengangkat jaksa agung yang berafiliasi dengan politik. Hal itu menurutnya untuk menghindari konflik kepentingan.
"Bukan berarti kader partai politik tidak baik, banyak yang baik. Tetapi untuk menghindari sedini mungkin potensi vested interest itu saja," ungkapnya.
Sementara itu menanggapi hal tersebut, Sandiaga menegaskan jika nantinya terpilih, dirinya dan Prabowo akan memberikan kesempatan kepada putra putri terbaik untuk mengisi di sejumlah jabatan penting. Senada dengan Dahnil, Sandiaga menginginkan seorang jabatan jaksa agung sebaiknya tidak terafiliasi dengan partai tertentu.
"Kami tidak ingin hukum itu digunakan untuk memukul lawan dan merangkul kawan," kata mantan wakil gubernur DKI Jakarta itu.
Baca juga: Kader PDIP Minta Maaf ke Pengurus Masjid Jogokariyan
Baca juga: Debut “Horor" Higuain di Liga Primer Inggris
http://bit.ly/2sXZzuS
February 01, 2019 at 04:02PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2sXZzuS
via IFTTT
No comments:
Post a Comment