REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sepanjang era 1000 sebelum Masehi (SM), peradaban China diketahui turut menyemarakkan tradisi dongeng. Buku The Eternal Storyteller: Oral Literature in Modern China mengungkapkan, kata shuo yang berarti ‘menuturkan’ kerap dilekatkan dengan makna ‘cerita kesusastraan.’
Sejumlah judul teks sastra klasik China berciri-ciri demikian. Misalnya, Shuolin (‘Cerita-cerita dari Hutan’) dan Nei wai chu shuo (‘Cerita dari mana-mana’). Kedua teks itu diketahui berasal dari zaman awal Dinasti Qin sekitar 221 SM.
Sementara itu, Shuoyuan (‘Taman cerita-cerita’) yang berasal dari era Dinasti Han Barat (206 SM-25 Masehi) menghimpun narasi legenda tradisional. Teks gubahan Liu Xiang itu juga diyakini sebagai cikal-bakal prosa khas China.
Sesudah abad pertama Masehi, muncul istilah selain shuo, yakni hua. Keduanya kurang lebih bermakna sama sebagai ‘cerita fiksi’. Akan tetapi, istilah hua lebih berkembang di Kanton (China Selatan) bahkan sampai hari ini.
Sejarah penggunaan terminologi ini dapat ditelusuri sejak pengarang Huo Bai dari Dinasti Sui (581-618). Penggubah teks Qiyan lu itu mengawali kisahnya dengan ungkapan shuo yige hao hua, ‘kami menuturkan kisah yang menarik hati.’ Yuan Zhen sang sastrawan terkenal dari Dinasti Tang (618-907) mengarang karya yang berjudul Yizhi hua hua, ‘Kisah Sekuntum Bunga’.
Tradisi dongeng China klasik mulai berkembang pesat pada zaman Dinasti Song (960-1279). Para juru dongeng, disebut sebagai shuohuaren, mulai muncul di daerah-daerah.
Mereka membawa naskah-naskah huaben (‘buku cerita’) yang dibacakannya di tengah khalayak ramai. Orang-orang yang terhibur karenanya lalu memberikan uang sekadarnya sebagai imbalan. Memang, kisah-kisah yang disampaikannya banyak mengandung humor jenaka.
Genre novel atau cerita pendek khas China, zhanghui, dapat dikatakan bermula dari format huaben. Isinya menuturkan kembali kisah-kisah dari sejumlah shuohuaren terkemuka. Di samping huaben, sebutan lainnya adalah shu (‘buku’).
Maka dari itu, aktivitas mendongeng bisa disebut sebagai pinghua atau juga pingshu. Salah satu shu yang masyhur, bahkan sampai ke Indonesia, adalah Xi You Ji (‘Perjalanan ke Barat’). Karya sastra itu menceritakan seorang pendeta dari zaman Dinasti Tang dan para muridnya pergi ke barat (India) untuk mengambil kitab suci. Penulisnya bernama Wu Chengen dari abad ke-16. Dari teks itulah muncul karya "Journey to the West" alias "Kera Sakti."
Di antara para tukang dongeng (storyteller) China kuno adalah Pei You. Dia diangkat sebagai pelawak istana Dinasti Qin (221-206 SM). Caranya dengan menuturkan kisah-kisah yang menarik hati para tamu atau anggota keluarga kaisar.
Kebiasaan memelihara penghibur di kalangan bangsawan terekam baik dalam dokumen karya Sima Qian, Huaji liezhuan Shiji, ‘Cerita-cerita lucu dalam catatan kesejarahan’. Cao Zhi menulis Song Pei You Xiaoshuo Shu Qian Yan untuk mengapresiasi warisan Pei You.
Kitab sastra pertama dari peradaban China yang merangkum anekdot-anekdot adalah Xiaolin (‘Rimba Senda Gurau’) karya Handan Chun. Dia hidup pada masa Tiga Kerajaan (220-280) atau sezaman dengan Cao Zhi. Sayangnya, hanya 29 anekdot yang selamat dari keseluruhan Xiaolin hingga era sekarang.
https://ift.tt/2Cd7idO
March 11, 2019 at 05:31PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2Cd7idO
via IFTTT
No comments:
Post a Comment