Pages

Monday, April 22, 2019

Bawaslu Nilai Jurdil2019.org tidak Netral

Pada awalnya, Jurdil2019.org merupakan pemantau pemilu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Mochammad Afifuddin, mengatakan lembaga Jurdil2019.org terindikasi tidak netral dalam kegiatan pemantauan dan rilis data terkait pemilu. Afif mengungkapkan, jika pada awalnya, Jurdil2019.org merupakan pemantau pemilu.

Saat mendaftar, mereka menggunakan nama praweda.net. Jumlah id card yang diminta mereka sebanyak  27.

"Artinya dia punya 27 orang ditambah tujuh data yang sebelumnya sebarannya di Jabotabek dan satu di London dari sisi sebaran pemantau yang didaftarkan kepada kami," ungkap Afif ketika dijumpai wartawan di Kantor  KPU,  Thamrin,  Jakarta Pusat,  Senin (22/4).

Sementara itu, berkaitan dengan keberadaan  Jurdil2019.org sebagai aplikasi dan web yang memantau pemilu, maka harus mematuhi prinsip imparsialitas (tidak memihak)  atau netral. "Bawaslu berkepentingan untuk memantau juga sisi imprasialitas dari lembga pemantau yang sudah mendaftar kelada kami. Lembaga Pemantau harus netral dan tidak memihak termasuk kalau dia melakukan aktivitas yang sifatnya quick count sebagaimana ada di chanel YouTube mereka, " jelas Afif. 

Pemantauan yang dilakukan oleh Bawaslu kepada Jurdil2019.org, mencatat bahwa pada aplikasi itu terdapat gambar salah satu paslon (capres-cawapres).  Menurut Afif,  hal ini udah jelas menyalahi prinsip netralitas pemantau.

Selanjutnya,  pada video tutorial aplikasi Jurdil2019.org terdapat simbol pendukung atau relawan salah satu paslon. Afif kembali menegaskan hal itu tidak boleh dilakukan.

"Selain itu,  dalam penanyangan video rilis hasil penghitungan aplikasi Jurdil2019.org di Youtube, hanya membuat hastag salah satu paslon. Seperti ini situasinya nah ini yg membuat kami bertindak karena pemantau itu harus netral," tegas Afif. 

Sebelumnya,  Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memblokir laman jurdil2019.org atas permintaan dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika Ferdinandus Setu mengonfirmasi kabar tersebut.

"Alasannya karena menyalahgunakan izin yang diberikan," kata pria yang akrab disapa Nando, Ahad (21/4).

Bawaslu, kata ia, memberikan izin sebagai pemantau pemilu, tapi Jurdil 2019 justru melaporkan perhitungan quick count dan real count yang dianggap menyalahi aturan.

"Itu (lembaga yang melaporkan perhitungan) hanya diberikan ke 40 lembaga oleh KPU," ujar Nando.

Let's block ads! (Why?)


http://bit.ly/2PobJaM
April 22, 2019 at 02:06PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2PobJaM
via IFTTT

No comments:

Post a Comment