Wajah gembil menggemaskan itu kutemukan di antara riang tawa anak-anak salah satu Sekolah Dasar di Bandung. Hari itu, penulis sebagai pengajar, mulai membagikan alat dan bahan untuk membuat prakarya berupa anyaman kain flanel.
Obrolan pun terjadi.
"Bahan punyaku mana bu?" tanyanya.
"Ini nak" kusodorkan sebuah kertas dengan beberapa helai kain flanel yang belum teranyam.
"Ini bagaimana bu?" tanyanya sekali lagi.
"Begini nak, kemudian begini, yuk dicoba," saya pun memberi petunjuk-petunjuk untuk mulai menganyam tiap helai dari kain flanel tersebut sehingga menjadi sebuah kain dengan motif baru dan berbeda.
Dia tampak sangat senang dalam menyelesaikan prakarya. Ditunjukkannya padaku, ekspresinya senang saat prakaryanya selesai.
Dia bernama Afkar atau Atan nama panggilannya. Dia adalah anak yang spesial. Anak yang ceria dan kooperatif di kelasku. Namun, suka menangis dan terlihat cuek di mata pelajaran yang bersifat analisis.
Hal itu membuatku penasaran dan bertanya-tanya, mengapa bisa demikian? Semakin penasaran kala mendapat flyer salah satu sekolah swasta favorite di Bandung yang membuka lowongan pekerjaan untuk sewing skill's teacher for special need kids. Kemudian, setelah berselancar di dunia maya dan berbagai teks literatur akhirnya saya pun bertemu dengan Occupational Therapy.
Occupational Therapy berasal dari kata occupational yang artinya aktivitas, dan therapy berarti penyembuhan atau pemulihan, sehingga occupational therapy adalah proses penyembuhan melalui aktivitas. Aktivitas yang dikerjakan tidak hanya sekedar membuat sibuk pasien, melainkan aktivitas fungsional yang mengandung efek terapetik dan bermanfaat bagi pasien. Bisa disebut pula aktivitas yang langsung diaplikasikan dalam kehidupan.
Dalam memberikan pelayanan kepada individu, Okupasi Terapi memerhatikan aset (kemampuan/ potensi) dan limitasi (keterbatasan/ “kecacatan”) yang dimiliki individu. Terapu ini memberikan aktivitas yang purposeful (bertujuan), meaningful(bermakna), dan disenangi, misal: hobi agar pasien merasa senang dan nyaman. Harapannya individu tersebut dapat mencapai kemandirian dalam aktivitas produktivitas/pekerjaan atau pendidikan (seperti bekerja), kemampuan perawatan diri/selfcare (seperti: menyikat gigi, mandi, BAB/BAK, dll) dan kemampuan penggunaan waktu luang/leisure (melakukan hobi seperti berkebun, menjahit, menyulam, dll).
Lalu, kondisi apa saja yang bisa ditangani oleh Okupasi Terapis?
Pasien yang bisa dirujuk ke Okupasi Terapis tidak terbatas pada tahap perkembangan tertentu melainkan semua umur bisa dirujuk untuk mendapatkan penanganan Okupasi Terapi. Sebagai contoh: pasien anak-anak. Banyak anak yang sejak kecil sudah mengalami kelainan atau gangguan perilaku/perkembangan. Sebagai contoh: autisme, spektrum autis, ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder), ADD (Attention Deficit Disorder), DD (Delay Development/keterlambatan perkembangan), asperger syndrome, Down syndrome, mental retardasi (keterbelakangan mental), CP (Cerebral Palsy), dan sebagainya.
Itu semua adalah sebagian besar dari kondisi anak yang bisa ditangani oleh Okupasi Terapis karena hampir semua anak autis mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Seorang Okupasi Terapis juga mampu merancang alat bantu, memodifikasi alat atau lingkungan untuk memudahkan pasien melakukan aktivitas sehari-harinya.
Ternyata, kegiatan berprakarya seperti menganyam, menyulam, menjahit, menulis yang notabene adalah bahan ajar penulis selama ini bisa dijadikan sebagai terapi okupasi. Pantas saja siswa special needs saya Atan, senang sekali berprakarya. Dan untuk anak berkebutuhan khusus kegiatan ini sangat diperlukan untuk melatih motorik halusnya.
Namun yang perlu dipahami adalah tidak ada sesuatu yang instant di dunia ini. Segala sesuatunya membutuhkan proses, sama halnya dengan setiap penanganan atau treatment yang dilakukan, membutuhkan proses yang relatif lama.
Karena di dalam individu yang mengalami gangguan baik fisik maupun mental tersebut terdapat “komponen” yang tidak berfungsi baik sebagaimana mestinya sehingga perlu diperbaiki. Seringkali aku tak mengerti apa maksud dan keinginanmu, tetapi pelukanku akan selalu ada untukmu. Happy World Autism Awareness Day 2 April.
Pengirim: Widya, Pengajar, Founder Komunitas Menjahit & Bandung Storytellingclub.
http://bit.ly/2GuEgaM
April 24, 2019 at 06:05PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2GuEgaM
via IFTTT
No comments:
Post a Comment