REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah Cina mengecilkan dampak politik inisiatif pembangunan infrastruktur global Belt and Road. Menurut Cina, inisiatif tersebut bertujuan untuk mendorong multilateralisme di tengah tren proteksionisme yang terjadi di Amerika Serikat dan negara-negara lainnya.
Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi mengatakan konferensi promosi inisiatif Belt and Road di Beijing pekan depan akan dihadiri pemimpin dari 37 negara. Ia menekankan tingginya permintaan investasi dari Cina.
"Belt-and-Road Initiative mengikuti prinsip-prinsip kerja dan kolaboratif yang berbagi keuntungan, mewujudkan semangat multilateralisme," kata Wang, dalam konferensi pers, Jumat (19/4).
Pada bulan lalu, Presiden Cina Xi Jinping, yang menginisiasi insiatif tersebut sudah setuju untuk membuat peraturan perdagangan yang lebih adil dan mengatasi tantangan ekonomi dan keamanan dunia. Banyak yang menganggap pernyataan Xi sebagai teguran terhadap pemerintah Presiden AS Donald Trump yang proteksionis.
Xi akan memberikan pidato pembukaaan konferensi Belt and Road Initiative yang digelar pada 28 April mendatang. Keesokan harinya ia akan memimpin rapat pemimpin-pemimpin negara yang hadir dalam acara tersebut.
Inisiatif tersebut diperkirakan akan menghabiskan 1 triliun dolar AS. Dana itu untuk membangun pelabuhan, jembatan dan pembangkit tenaga listrik yang menghubungkan Cina dengan Afrika, Eropa dan kawasan-kawasan lainnya.
Memorandum of understanding yang ditanda angani Italia pada bulan lalu mendorong inisiatif ini secara simbolis. Italia menjadi negara pertama anggota G-7 yang melakukan hal itu.
Sementara itu negara anggota G-7 lainnya, AS sudah lama mengkritik inisiatif ini, terutama sejak pemerintah Trump menggelar perang dagang dengan Cina tahun lalu. Negeri Paman Sam juga memperebutkan pengaruh di organisasi-organisasi global di Laut Cina Selatan dan Taiwan.
Ekspansi Cina di Amerika Latin melalui inisiatif Belt and Road dengan membangun pelabuhan dan fasilitas transportasi lainnya juga menjadi alarm peringatan bagi AS atas ambisi Beijing di kawasan tersebut. Sejak awal Abad-19, AS sudah menutup pengaruh negara-negara lain di Amerika Latin.
Cina fokus di Amerika Tengah seperti Panama, yang kanalnya menghubungkan Laut Atlantik dan Pasifik, menjadi urat nadi perdagangan tersibuk dunia. Dengan jalur perdagangan itu maka Panama menjadi salah satu negara yang sangat penting bagi AS dan Cina.
AS dan beberapa ekonom berpendapat inisiatif Belt and Road memaksa negara-negara berkembang untuk mengambil utang yang tidak berkelanjutan dalam mendanai proyek-proyek yang didukung Cina. Pada pekan ini, Malaysia mengumumkan mengubah kesepakatan pembangunan rel kereta setelah kontraktor proyek tersebut China Communications Construction setuju untuk membayar sepertiga biaya proyek itu.
Banyak negara-negara yang menunda proyek yang didanai Cina berharap mereka menghindari nasib seperti Sri Langka. Pada 2017, Negara Asia Selatan itu melepas pelabuhan Hambantota yang dibangun Cina kepada salah satu perusahaan Cina selama 99 tahun demi menutupi beban utang yang digunakan untuk membangun pelabuhan tersebut.
India yang menjadi rival ekonomi Cina di Asia juga bersikap dingin terhadap inisiatif Belt and Road. Kedua negara itu bersitegang karena perbatasan dan kompetisi di pasar global.
Tentang India, Wang mengatakan Belt and Road berdasarkan prinsip-prinsip 'meraih kemakmuran bersama'. Menurutnya masalah-masalah di masa lalu harus dipisahkan dari inisiatif ini.
"Saya pikir kerja sama semacam ini tidak akan merusak posisi dasar kedaulatan dan integritas wilayah India dan pada saat yang sama, akan menyediakan kesempatan dalam pembangunan dan membantu India melakukan modernisasi," kata Wang.
http://bit.ly/2UnXtzP
April 19, 2019 at 05:34PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2UnXtzP
via IFTTT
No comments:
Post a Comment