REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika semalam memblokir laman jurdil2019.org atas permintaan dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika Ferdinandus Setu mengonfirmasi kabar tersebut. "Alasannya karena menyalahgunakan izin yang diberikan," kata pria yang akrab disapa Nando, Ahad (21/4).
Bawaslu, kata ia, memberikan izin sebagai pemantau pemilu, tapi Jurdil 2019 justru melaporkan perhitungan quick count dan real count yang dianggap menyalahi aturan.
"Itu (lembaga yang melaporkan perhitungan) hanya diberikan ke 40 lembaga oleh KPU," ujar Nando.
Lembaga lain di luar dari 40 lembaga yang sudah terdaftar dilarang melakukan survei atau hitung cepat yang dipublikasikan ke publik. Pasalnya, menurut undang-undang, lembaga survei harus mendaftar ke KPU. "Jika ada selain 40 lembaga survei itu merilis hasilnya itu pelanggaran," kata Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan di Jakarta, Selasa (16/4).
Pihak Jurdil 2019 menyatakan pemblokiran berlangsung sepihak, dan mengatakan pihaknya tidak merasa melanggar aturan.
"Menurut versi kita, kita cuma himpun dan catat C1 dari seluruh indonesia yang dikumpulkan lewat aplikasi yang di-install masyarakat, ini bentuk partisipasi masyarakat dalam memantau pemilu," kata Danu, help desk Jurdil 2019.
Ia mengatakan pihaknya hanya mengawal proses penghitungan suara. Tidak ada maksud tendensi apa-apa. "Yang jadi permasalahan dianggap melanggar sebenarnya tidak ada, masalah real count atau quick count itu terjemahan masyarakat," ia beralasan.
http://bit.ly/2UMpvdA
April 21, 2019 at 02:39PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2UMpvdA
via IFTTT
No comments:
Post a Comment