REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai ekspor pada April 2019 mencapai 12,60 miliar dolar AS. Nilai tersebut mengalami penurunan 13,10 persen dibanding dengan ekspor April 2018 yang mencapai 14,49 miliar dolar AS. Secara month to month (mtm), kinerja ekspor juga menunjukkan penurunan 10,80 persen, di mana nilai ekspor pada Maret 2019 adalah 14,12 miliar dolar AS.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, penurunan ekspor April 2019 dibandingkan Maret 2019 disebabkan oleh penurunan ekspor nonmigas 8,68 persen, dari 12,98 miliar dolar AS menjadi 11,85 miliar dolar AS. Ekspor nonmigas juga turun sebesar 34,95 persen, dari 1,14 miliar dolar AS menjadi 741,9 juta dolar AS.
Penurunan ekspor migas disebabkan oleh turunnya ekspor hasil minyak 9,55 persen menjadi 117,7 juta dolar AS dan ekspor gas 49,83 persen menjadi 446,6 juta dolar AS. "Meskipun ekspor minyak mentah naik 47,66 persen menjadi 177,6 juta dolar AS, ekspor migas keseluruhan tetap turun," ucap Suhariyanto dalam konferensi pers di Jakarta, SElasa (15/5).
Penurunan juga terjadi pada sektor pertanian. Secara mtm, penurunannya 6,74 persen, sementara secara yoy mencapai 15,88 persen.
Suhariyanto mengatakan, penurunan bulanan disebabkan penurunan di berbagai subsektor seperti hasil hutan bukan kayu lainnya, buah-buahan tahunan dan mutiara hasil budidaya. Sedangkan, yang menyebabkan ekspor pertanian turun secara tahunan adalah jagung, biji kakao dan tanaman obat aromatik.
Industri pengolahan turut mengalami penurunan secara mtm (9,04 persen) maupun yoy (11,82 persen). Menurut Suhariyanto, kontributor terbesar penurunan ini adalah logam mulia (bukan perhiasan), minyak kelapa sawit, besi baja dan juga peralatan listrik.
Terakhir, industri pertambangan, mengalami penurunan 7,31 persen secara mtm dan 6,5 persen secara yoy. "Ekspor hasil pertambangan yang turun adalah batubara, tembaga dan bijih besi," ujar Suhariyanto.
Berdasarkan HS 2 digit, BPS mencatat, penurunan ekspor paling dalam adalah perhiasan dan permata dengan nilai penurunan mencapai 339,2 juta dolar AS. Tujuan ekspornya adalah Singapura, Jepang dan Hong Kong.
Penurunan terbesar kedua terjadi pada komoditas lemak dan minyak hewan nabati dengan negara tujuan China, India dan Malaysia. Besaran penurunannya mencapai 264,0 juta dolar AS atau turun 19,88 persen dibanding dengan periode yang sama pada tahun lalu. "Penurunan dikarenakan adanya penurunan harga sawit secara yoy," ujar Suhariyanto,
Terakhir, penurunan ekspor terjadi pada bahan bakar mineral hingga 131 juta dolar AS dengan negara tujuan India, China dan Jepang. Suhariyanto menjelaskan, penurunan nilai terjadi karena adanya penurunan harga hingga 7,8 persen secara yoy.
Kondisi berbeda terjadi pada komoditas karet dan barang dari karet yang turun 13,21 persen pada April 2019 dari 2,25 miliar dolar AS menjadi 1,95 miliar dolar AS. "Ini terjadi karena volumenya alami terjadi penurunan, sedangkan harga karet stabil," kata Suhariyanto.
Menurut negara, ekspor terbesar Indonesia masih dikirim ke China dengan komoditas utama seperti bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan nabati. Kontribusinya mencapai 14,85 persen dari total ekspor. Posisi kedua adalah Amerika Serikat dan Jepang dengan masing-masing kontribusinya adalah 11,32 persen dan 9,09 persen.
http://bit.ly/2Ecwm5z
May 15, 2019 at 01:57PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2Ecwm5z
via IFTTT
No comments:
Post a Comment