REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Umat Islam diimbau tidak melakukan aksi balasan usai insiden seorang wanita membawa masuk anjing ke Masjid al-Munawaroh di Sentul, Kabupaten Bogor, Ahad (30/6) lalu. Imbauan itu disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang juga menjabat sebagai ketua umum Dewan Masjid Indonesia (DMI).
Dengan tegas JK meminta agas kasus itu ditindak melalui jalur hukum. "Kita tidak boleh ambil tindakan, katakanlah, membalas di gereja atas tindakan seseorang. Itu juga tidak disetujui pimpinan agama yang bersangkutan," ujar JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (2/7). JK menilai langkah Dewan Kerukunan Masjid (DKM) Masjid al-Munawaroh yang langsung melaporkan kejadian ke kepolisian juga sudah tepat.
Ia pun berharap kepolisian bersikap tegas dalam memproses kejadian tersebut. Sebab, ia meyakini tindakan tepat dari kepolisian akan meredam potensi perpecahan di masyarakat atas kejadian tersebut.
JK menekankan, DMI menyesalkan kejadian tersebut. Ia menilai, aksi SM tersebut telah menodai umat Islam dan seharusnya diproses hukum. "Jadi, supaya tidak melebar, polisi harus ambil tanggung jawab karena itu juga merupakan suatu penodaan keagamaan terhadap masjid, yang tidak seharusnya memasukkan anjing ke masjid. Itu pelanggaran betul itu maka pelanggaran itu harus dilakukan secara hukum," ujar JK.
Sebelumnya, SM (52) masuk ke Masjid al-Munawaroh di Sentul sembari marah-marah dan membawa anjing. Dalam video yang sempat viral di media daring tersebut, SM mempertanyakan suaminya yang ia duga menikah di masjid tersebut. Namun, menurut DKM dan kesaksian suami SM, tidak ada pernikahan yang berlangsung.
Sementara, Polres Bogor sudah menetapkan SM sebagai tersangka penista agama. Hal tersebut dilatarbelakangi viralnya video SM yang beredar.
Kasubag Humas Polres Bogor AKP Ita Puspita Lena mengatakan, setelah penanganan kasus pembawa anjing ke dalam masjid di Sentul, penyidik telah selesai melaksanakan gelar perkara dalam waktu satu kali 24 jam. Menurut dia, peningkatan status penyelidikan telah sesuai berdasarkan keterangan lima saksi dan beberapa barang bukti seperti rekaman.
"Penyidik menaikkan status SM menjadi tersangka dengan Pasal 156 a (KUHP) terkait penodaan atau penistaan agama. Untuk SPDP dikirimkan penyidik pagi ini," ujar Ita dalam keterangan tertulisnya, Selasa (2/7).
Dia menambahkan, tersangka SM akan dikenakan ancaman penahanan. Kendati demikian, karena adanya keterangan dari keluarga ia mengidap gangguan psikologis, yang bersangkutan saat ini masih diobservasi terkait kejiwaannya. "Saat ini masih diobservasi terkait masalah kejiwaan oleh ahli jiwa untuk memastikan apakah betul tersangka terganggu kejiwaannya," ujar dia.
Ita menuturkan, untuk pemeriksaan lebih lanjut, SM telah diserahkan ke Rumah Sakit Bhayangkara Polri Tingkat I dengan penjagaan anggota secara khusus. Untuk membantu penanganan pemeriksaan SM, RS Polri akan melibatkan dua dokter yang pernah menangani yang bersangkutan.
Gangguan jiwa
Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Polri Tingkat I Brigjen Musyafak mengatakan, pihaknya telah bertemu dengan kedua dokter tersebut pada Senin (1/7) untuk mengetahui riwayat gangguan kejiwaan yang dimiliki oleh SM agar pemeriksaan dilakukan secara profesional. "Akan ditangani oleh dokter Lahargo yang bekerja di Rumah Sakit Marzuki Mahdi dan Siloam Bogor serta dokter Yeni yang dinas di Rumah Sakit Primer," katanya, Senin (1/7).
Menurut Musyfak, dalam keterangan yang didapat dari kedua dokter tersebut, pada 2013 SM sudah mengalami masalah kejiwaan dan hingga dua pekan yang lalu masih melakukan kontrol medis dengan kedua dokter tersebut. Namun, kontrol medis tersebut berjalan secara tidak teratur.
"Saudari SM ini dulu dirawat jalan karena disarankan untuk rawat inap dirinya menolak. Bahkan, rawat jalan pun terkadang kontrol terkadang juga tidak. Diberi obat pun kadang juga tidak diminum," ujarnya. Ia menjelaskan, SM mengalami gangguan kejiwaan schizofrenia tipe paranoid.
Rencananya pihaknya berupaya untuk memeriksa sekaligus mengobati dan merawat serta bisa melakukan rujuk ke rumah sakit jiwa. "Jika kondisinya lebih stabil mungkin bisa dirujuk ke rumah sakit jiwa kalau memang ada gangguan kejiwaan. Rencananya di Rumah Sakit Marzuki Mahdi agar lebih dekat," ujarnya.
Komisi Hubungan Antarumat Beragama dan Kepercayaan (HAAK) Keuskupan Bogor juga telah menanggapi perihal kejadian di Masjid al-Munawaroh itu. Ketua HAAK Keuskupan Bogor Romo Endro Susanto menyampaikan keprihatinan mereka atas peristiwa tersebut. Menurut dia, tindakan yang tidak terpuji tersebut adalah tindakan yang keliru dan telah melukai hati saudara yang beragama Islam.
Di samping itu, menurut dia, juga mengganggu keharmonisan kehidupan umat beragama. "Kita memercayakan sepenuhnya penyelesaian perkara ini kepada pihak kepolisian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Romo Endro melalui keterangan yang diterima Republika, Selasa (2/7). Ia juga meminta kepada semua pihak untuk menahan diri dan tidak terprovokasi dengan berita-berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Di lain pihak, Dewan Kerukunan Masjid (DKM) Masjid Al-Munawaroh dikabarkan telah membuat laporan polisi atas pencemaran nama baik. Mereka menyatakan, pernyataan pelaku bahwa ada pernikahan suaminya di masjid tersebut adalah tidak benar.
Pihak Kementerian Agama (Kemenag) menjelaskan, persoalan ini jadi mengemuka di Indonesia karena anjing adalah binatang perliharaan yang sensitif bagi umat Islam di Indonesia. “Anjing adalah hal sensitif bagi umat Islam, terutama di Indonesia yang mayoritas bermazhab Syafi'i. Masjid, sebagaimana halnya rumah ibadah agama lain, juga tempat yang disucikan,” kata Kabid Harmonisasi Umat Beragama pada PKUB Kemenag, Wawan Djunaedi, dalam keterangannya, Senin (01/07).
Meski demikian, Wawan meminta umat Islam tidak terprovokasi untuk bertindak anarkistis dan menyerahkan penyelesaian kepada aparat berwajib. “Kita percayakan pada proses hukum. Aparat diharapkan bertindak proporsional dan adil,” ujarnya.
Kementerian Agama, lanjut Wawan, telah melakukan komunikasi dengan tokoh agama agar mendinginkan suasana dan meminimalisasi dampak negatif yang lebih jauh. Selain itu, Wawan mengatakan, warga Sentul City yang seagama dengan pelaku juga sudah menyampaikan permintaan maaf.
“Peristiwa ini bisa menjadi pembelajaran bersama tentang pentingnya sikap saling memahami pokok-pokok dan hal-hal sensitif dalam tiap agama," kata dia. n fauziah Mursid/kiki sakinah/muhammad tiarso baharizqi/nugroho habibi ed: fitriyan zamzami
https://ift.tt/2XiQeLc
July 03, 2019 at 07:57AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2XiQeLc
via IFTTT
No comments:
Post a Comment