REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kisah keteladannya akan tetap dikenang sepanjang masa. Cerita tentang kedermawanan, kesahajaan, dan komitmen melaksanakan ajaran-ajaran agama akan selalu diingat, persis seperti keyakinannya soal sedekah jariyah yang pahalanya mengalir meski hayat tak lagi di kandung badang.
Fatimah al-Fihri memutuskan mewakafkan sebagian besar harta warisannya yang ia terima dari almarhum ayahnya, Muhammad al- Fihri, untuk mendirikan Masjid al- Qarawiyyin. Sebuah masjid yang kelak menjadi cikal bakal universitas pertama di Maroko dan dunia Islam.
Perempuan itu lahir dari keluarga Fihri pada 800 M. Fatimah konon terkenal dengan jiwa pebisnis dan saudagar sukses. Semasa kecil, ia dan adik semata wayangnya, Maryam, hijrah dari kota kelahirannya Kairouan Tunisia ke Fes, Maroko, bersama keluarga besar.
Di kota ini, mereka sukses berdagang dan menjadi salah satu pebisnis ternama. Agama merupakan ruh utama di keluarga besar Fihri. Meski terkenal kaya, mereka tak antisosial. Seringkali menggelar kegiatan amal dengan melibatkan para dhuafa.
Fatimah memang tercatat tidak pernah belajar di luar rumah. Keluarga adalah madrasah utama yang men cetak karakternya selama ini. Sumbangsih monumentalnya terhadap dunia Islam, yakni pendirian Masjid al-Qarawiyyin (al-Karaouine). Kedua bersaudara, Fatimah dan Maryam, memiliki semangat, keinginan, dan misi yang sama.
Keduanya menginginkan agar harta warisan orangtuanya bisa bermanfaat dan pahalanya tetap mengalir. Fatimah berkarya melalui Masjid al-Qarawiyyin, sedangkan Maryam membangun Masjid al-Andalus. Kelak, kedua lokasi tersebut mempunyai po sisi dan peran penting dalam penyebaran Islam di Maroko dan Eropa saat itu.
Pembangunan al-Qarawiyyin rampung pada awal Ramadhan 245 H atau bertepatan dengan 30 Juni 859 M. Fatimah yang bergelar Umm al- Baninin mengawasi langsung pro ses pembangunan masjid yang terkenal pula dengan sebutan Jami’ as-Syurafa’ sejak awal. Mulai dari pemilihan lokasi hingga soal arsitekturnya.
Terkait lokasi masjid, Fatimah me nyadari sepenuhnya arti kota Fes, Maroko. Letaknya yang sangat strategis memungkinkan para sarjana dan cendekiawan Muslim datang di masjid itu. Fes merupakan kota berpengaruh sepanjang abad dan berposisi sebagai pusat agama dan budaya.
Di tangan Fatimah, proses pembangunan masjid yang berdiri pada masa pemerintahan Dinasti Idrisiyah tersebut penuh dengan kisah-kisah spiritual. Konon, Fatimah berpuasa selama pembangunan berlangsung. Seluruh biayanya berasal dari kantong pribadinya. Bahkan, ia tak ingin meng ambil material apa pun yang diambil dari orang lain.
Pasir dan air sebagai material pokok diperoleh di lokasi tempat masjid berdiri tegak. Se perti yang dinukilkan, Fatimah memerintahkan para pekera agar menggali sedalam-dalamnya untuk mendapatkan pasir sehingga tidak mengambil hak orang lain.
Sejak itulah, al-Qarawiyyin mengundang ketertarikan para sarjana dan cendekiawan Muslim. Kajian ilmu sering berlangsung di sana. Penuntut ilmu pun berdatangan dari penjuru Maroko, negara-negara Arab, bahkan penjuru dunia. Dalam waktu yang singkat, Fes mampu bersanding sejajar dengan pusat ilmu pada masa itu, yaitu Cordova dan Baghdad.
Secara resmi pada masa al-Murabithi para ulama diberikan tugas formal untuk mengajar di al-Qarawiyyin. Data sejarah menyebut sistem pendidikan formal berlangsung di Masjid al- Qarawiyyin pada masa al-Murini. Ketika itu, dibangun banyak unit kelas lengkap dengan fasilitas pengajaran, seperti kursi dan beberapa lemari.
Universitas ini menghasilkan para pemikir ternama. Ada pakar matematika Abu al-Abbas az-Zawawi, pakar bahasa Arab dan seorang dokter Ibnu Bajah, serta pemuka dari Mazhab Maliki, Abu Madhab al-Fasi. Ibnu Khaldun, sosiolog tersohor itu konon juga pernah belajar di kampus ini. Al- Qarawiyyin juga merupakan pusat dialog antara kebudayaan Barat dan Timur.
Seorang filsuf Yahudi Maimonides (Ibn Maimun) belajar di al-Qarawiyyin di bawah asuhan Abd al-Arab Ibnu Muwashah. Demikian pula, al- Bitruji (Alpetragius). Dengan kata lain, Fatimah meninggalkan warisan berharga bagi generasi Muslim di seluruh dunia. Hingga kini, nama sosok yang wafat pada 266 H/ 880 M itu abadi, sekokoh masjid sekaligus universitas (al-Karaouine) yang ia bangun. ¦
https://ift.tt/2SS8Uka
July 31, 2019 at 08:32AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2SS8Uka
via IFTTT
No comments:
Post a Comment