REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Israel menyetujui pembangunan 6.000 rumah baru bagi pemukim Yahudi dan 700 unit lainnya untuk Palestina di wilayah pendudukan, Tepi Barat. Hal ini diungkapkan seorang pejabat Israel, Rabu (31/7).
Pengumuman pembangunan perumahan di Area C ditetapkan menjelang kedatangan utusan khusus Amerika Serikat (AS) untuk Timur Tengah, Jared Kushner, pada Rabu. Kedatangannya untuk membahas rencana Gedung Putih mengenai kesepakatan damai Palestina-Israel.
"Kabinet Netanyahu telah menyetujui izin pembangunan tersebut," ungkap sejumlah pejabat Israel. Menurut Israel, sekitar 450 ribu pemukim dan 250 ribu hingga 290 ribu warga Palestina tinggal di Area C.
Area C mencakup 60 persen dari wilayah Tepi Barat. Di bawah kesepakatan interim pada 1993, Israel memegang kendali keamanan dan administrasi wilayah tersebut. Tempat ini juga menjadi wilayah konsentrasi permukiman Yahudi.
Palestina menghendaki semua wilayah Tepi Barat kelak kembali sepenuhnya ke pangkuannya. Di sisi lain, kalangan internasional selalu menegaskan, permukiman yang dibangun Israel di Tepi Barat merupakan permukiman ilegal.
Kini, 600 ribu warga Israel tinggal di permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Kementerian Luar Negeri Palestina di Ramallah menyayangkan pengumuman pembangunan 6.000 rumah baru bagi pemukim Yahudi itu.
Mereka menyebut hal ini sebagai bukti kelamnya mental kolonial pengambil kebijakan di Israel. Israel mengabaikan begitu saja semua resolusi PBB, hukum internasional, dan kesepakatan-kesepakatan yang sudah ditandatangani.
Duta Besar AS untuk Israel, David Friedman, mengatakan, bagaimanapun ini kali pertama izin pembangunan rumah untuk warga Palestina dikeluarkan. Ia pun menyatakan Israel mempunyai hak untuk mempertahankan bagiannya di Tepi Barat.
Pada Juli lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersumpah tidak akan membongkar permukiman Yahudi yang telah dibangun di Tepi Barat. "Kami tidak akan mengizinkan pembongkaran permukiman dalam rencana perdamaian apa pun."
Netanyahu menjamin mereka yang tinggal di permukiman Yahudi di Tepi Barat akan tetap dilindungi. "Saya tidak membuat perbedaan antara blok permukiman dan situs permukiman terisolasi. Setiap tempat seperti itu merupakan milik Israel dari sudut pandang saya."
Secara terpisah, Israel menangkap Sekretaris Jenderal Fatah, Yasser Darwish, di kediamannya di Yerusalem Timur, kemarin. Dia ditangkap bersama 13 warga Palestina lainnya. Kelompok pemantau Palestine Prisoner's Society (PPS) mengonfirmasi penangkapan Darwish.
"PPS mengonfirmasi dalam siaran pers bahwa polisi Israel menahan seorang pejabat Fatah setelah mendobrak rumahnya di lingkungan Yerusalem Timur, Issawiyeh, yang diapit Universitas Ibrani dan tembok apartheid," kata laporan kantor berita Palestina, //WAFA//.
Belum ada keterangan resmi dari Israel tentang alasan penangkapan Darwish. Sehari sebelumnya, Israel menangkap dua bocah, yakni Qais Feras Obeid (6 tahun) dan Mohammad Rabi Elayyan (4 tahun), yang juga tinggal di Issawiyeh.
Mereka ditangkap karena melemparkan batu ke mobil polisi Israel. Israel memang kerap menggelar operasi penangkapan di Tepi Barat. Mereka membidik orang-orang yang dianggap membahayakan keamanan negaranya.
Namun, tak sedikit dari warga Palestina yang ditahan masih berusia remaja, bahkan anak-anak. Setelah ditangkap, mereka dijebloskan ke penjara-penjara di Israel. Saat ini terdapat lebih dari 6.000 warga Palestina yang ditahan Israel. Tiga ratus di antaranya dilaporkan merupakan anak-anak. n kamran dikarman/reuters ed: ferry kisihandi
https://ift.tt/2OwmBqA
August 01, 2019 at 06:51AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2OwmBqA
via IFTTT
No comments:
Post a Comment