Pages

Sunday, September 29, 2019

Ada Manusia Kanibal di Nusantara? Ini Jawaban Kapten Persia

Manusia kanibal di Nusantara melakukan ritual.

REPUBLIKA.CO.ID, Seperti apakah wajah Nusantara ratusan tahun lalu? Belum banyak sarjana yang berusaha mengungkap perwajahan Nusantara pada masa-masa itu.

Nah, dosen dan peneliti muda dari Universitas Indonesia, Bastian Zulyeno baru-baru ini mengungkap fakta sejarah tentang nusantara dalam kitab teks bahasa Arab dan bahasa Persia. Hal ini disampaikan Bastian dalam kuliah umum yang digelar di Prodi Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), Depok, Jumat (20/9) lalu.

Dalam kuliah umum itu, Bastian memaparkan dua kitab klasik, salah satunya kitab berjudul Ajaib al-Hindatau atau Keajaiban-Keajaiban di Kepulauan India. Karya ini adalah buku kompilasi dari cerita-cerita dan anekdot yang disampaikan para pelaut kepada penulis Buzurg ibn Syahriar Ramhurmuzi, Seorang kapten kapal/nakhoda berasal dari wilayah Ramhurmuz, Provinsi Khuzestan, Tenggara Iran. 

Mengisahkan tentang budaya maritim di samudera India dari Afrika Timur sampai Cina. Kehidupan di laut, jalur perdagangan dan kondisi geografi. Walaupun penulis buku ini orang Persia tapi karyanya ini ditulis dalam bahasa Arab.       

Tidak hanya membahas tentang flora dan fauna di nusantara, Kitab Keajaiban-Keajaiban di Kepulauan India ternyata juga menyebutkan tentang adanya sebuah teluk kecil yang dihuni manusia pemakan manusia atau manusia kanibal.

Dalam kitab ini, menurut Bastian, penulis menceritakan tentang adanya sebuah pulau yang berada di antara Lamuri dan Fansur. Pulau itu bernama Pulau Lulublang yang dihuni suku pemakan orang.

“Di antara tanah Fansur dan Lamuri ada teluk kecil, nah di sana sebuah kaum pemakan manusia, ada kanibal,” kata Bastian.

Peneli kelahiran Bagansiapi-api ini kemudian bertanya kepada arkeolog senior FIB-UI, Prof Agus Aris Munandar tentang adanya sejarah manusia kanibal di nusantara. Berdasarkan penuturan seniornya itu, ternyata memang ada manusia kanibal di nusantara.

Namun, suku tersebut tidak memakan orang karena disebabkan lapar, melainkan untuk dijadikan ramuan minuman. Selain itu, suku itu memakan manusia juga untuk hal-hal yang berbau mistis. Misalnya, ketika ada penyihir maka agar tidak membunuh lagi penyihir itu harus dibunuh dan diminum darahnya, lebih kepada sekte.

“Jadi pemakan manusia di pulau ini bukan untuk konsumsi, tapi bagain badannya dijadikan minuman atau ramuan. Jadi di nusantara ini ternyata pernah ada kanibal,” ucapnya.

Selain menceritakan manusia kanibal, kedua kitab yang dikaji Bastian tersebut juga menceritakan tentang adanya Pulau Wakwak di nusantara. Berdasarakan peta dalam dua kitab itu, kata dia, Pulau Wakwak itu berada di daerah Mentawai, Sumatera dan pulau itu dipimpin oleh seorang putri yang memiliki banyak kekayaan emas.

Bastian menjelaskan, pulau itu disebut Wakwak karena di pulau itu ada sebuah pohon yang buahnya mirip kepala seorang perempuan dengan rambut panjang. Jika buah itu jatuh, maka akan mengeluarkan suara Wakwak. “Kalau buah itu jatuh kemudia bagian dari buah itu ada yang terkena angin kemudian mengeluarkan suara wakwak,” katanya.

Untuk membuktikan adanya pulau itu, kemudian Bastian pun mencoba mencarinya di internet dan ternyata memang ada foto yang mengilustrasikan buah pohon tersebut. Karena, selain dibahas di kitab ini, pulau Wakwak ini juga dibahas dalam buku 1001 malam pada bagian hikayat Sindbad dan Petualangan tujuh lautan dan roman Hayy ibn Yaqzhan karya Ibnu Tufail.

Tidak hanya itu, menurut Bastian, Pulau Wakwak ini juga pernah dibahas dalam bukunya Buya Hamka yang berjudul “Dari Perbendaharaan Lama”. 

Dalam buku itu, kata Bastian, Buya Hamka sudah mengklaim bahwa pulau Wakwak itu adalah Fakfak di Irian Jaya. “Tapi kalau mengacu ke buku ini, Wakwak itu bukan Fakfak tapi di Sumatra itu,” kata Bastian.

Let's block ads! (Why?)


https://ift.tt/2nOBqYn
September 30, 2019 at 08:04AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2nOBqYn
via IFTTT

No comments:

Post a Comment