REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dahulu, kaum wanita hanya dianggap sebagai beban dan tak berguna, begitu pandangan kaum Jahiliyah. Tapi, setelah kedatangan agama Islam, belenggu yang menistakan kaum wanita segera dihancurkan.
Harkat dan kehormatan kaum wanita dimuliakan. Hak-hak serta pendapatnya dihargai. Dalam banyak lapangan kehidupan, kedudukan mereka bahkan telah setara dengan kaum lelaki.
Termasuk dalam bidang pendidikan. Inilah di antara kewajiban umat, sebagaimana tertuang pada kata pembuka ayat pertama. Iqra (bacalah) mengandung hikmah agar umat dapat membaca serta mengkaji ilmu-ilmu Allah SWT demi mewujudkan kemaslahatan.
Pada ranah ini, sepak terjang kaum wanita bahkan telah dimulai sejak periode awal Islam. Dr Abd al Qadir Manshur mencatat, kaum wanita di zaman Nabi Muhammad SAW berlomba-lomba dalam mencari ilmu.
Suatu hari, seperti diriwayatkan oleh Abu Said al Khudzri, beberapa Muslimah mengadu kepada Nabi SAW. Mereka merasa para lelaki telah mengalahkan mereka dalam mendapatkan ilmu dari Rasulullah. Karena itu, para wanita ini memohon agar Rasul dapat meluangkan waktu untuk memberi nasihat dan ilmu kepada mereka.
Terkait masalah pendidikan, Nabi SAW bersabda, ''Perintahkan anak-anakmu untuk mengerjakan shalat saat berusia tujuh tahun, pukullah mereka jika menolak saat berusia 12 tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka.'' (HR Abu Dawud, Ibn Abu Syaibah, al Hakim)
Lebih jauh, Imam al Nawawi menjelaskan, sesungguhnya objek dari hadis tersebut adalah anak laki-laki dan perempuan. Jadi tak ada perbedaan dalam kaitan hak dan kewajiban di bidang pendidikan ini.
Pada bagian lain, Imam Syafi'i menyebutkan tanggung jawab orangtua untuk mengajari anak-anaknya untuk bersuci, belajar shalat, puasa dan ibadah lainnya sedari dini. Bahkan, Imam Syafi'i menekankan bahwa memberi ilmu dan pendidikan kepada anak terhukum wajib.
Nah, dalam pandangan ulama terkemuka ini, ibu merupakan guru pertama bagi buah hatinya. Ibu akan memberikan bekal ilmu dan pendidikan, termasuk pembinaan budi pekerti serta akhlak.
Dengan begitu, lanjutnya, sangatlah dianjurkan bagi kaum wanita untuk senantiasa menuntut ilmu. Dan ketika anjuran itu dilaksanakan oleh kaum wanita Muslimah, ini memunculkan kekaguman Rasulullah.
Berkata Aisyah, ''Perempuan paling beruntung adalah perempuan dari golongan Anshar, mereka tidak malu-malu untuk mendalami ilmu agama.'' (HR Ibn Majah)
Dalam hadis lain, Rasul bersabda, ''Kamu boleh mengajarkan jampi-jampi penawar luka (ruqyah al namilah) kepada Hafshah, seperti telah kamu ajarkan ilmu tulis menulis kepadanya.'' Inilah hadis yang menjadi dalil dibolehkannya seoran wanita belajar tulis menulis, seperti diungkapkan Majd al Din ibn Taimiyah.
Menurut pendapat kaum ulama, ada beberapa bidang ilmu umum yang penting dipelajari kaum wanita, di antaranya adalah kedokteran. Ini terkait hukum mengobati wanita yang sedang sakit dan harus diperiksa auratnya.
Dengan begitu, tidak ada keraguan terhadap hak kaum wanita dalam menimba ilmu. Islam tak melarang mereka untuk belajar. Tak hanya itu, Islam justru sangat menghargai seorang wanita yang ahli di bidang ilmu dan bersedia mengajarkannya pula untuk orang lain.
Banyak dalil dan kitab yang menegaskan keutamaan ini. Kitab al Mawsu'ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah menyatakan, kalangan fukaha bersepakat tentang bolehnya seorang wanita mengajarkan ilmu Alquran dan ilmu-ilmu pendidikan lainnya.
Meski demikian, sambung Dr Abd al Qadir, seorang guru wanita tetap diminta memerhatikan ketentuan agama ketika bertugas. ''Antara lain kewajiban menjaga kehormatan, kemuliaan dan kesuciaannya, tidak berbaur dengan lelaki asing dan tidak berhias berlebihan,'' paparnya dalam Fiqh al Mar'ah al Muslimah min al Kitab wa al Sunnah.
https://ift.tt/2lSbKtt
September 26, 2019 at 08:45AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2lSbKtt
via IFTTT
No comments:
Post a Comment