Pages

Tuesday, September 3, 2019

Harga Minyak Global Turun

Sengketa perdagangan AS-China ikut memberikan sentimen negatif terhadap harga minyak

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak dunia turun pada akhir perdagangan Selasa (3/9) atau Rabu (4/9) pagi WIB. Harga minyak mentah berjangka AS tercatat jatuh dua persen setelah data manufaktur meningkatkan kekhawatiran tentang melemahnya ekonomi global, sementara sengketa perdagangan AS-China terus menyeret sentimen investor.

Minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober turun 1,16 dolar AS atau 2,1 persen menjadi menetap pada 53,94 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. WTI jatuh ke terendah sesi di 52,84 dolar AS per barel, tingkat terlemah sejak 9 Agustus.

Sementara itu, minyak mentah Brent untuk pengiriman November turun 0,4 dolar AS atau 0,7 persen menjadi ditutup pada 58,26 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Brent sempat merosot ke serendah 57,23 dolar AS per barel, juga yang terlemah sejak 9 Agustus.

Komoditi minyak memperpanjang kerugian, menyusul data yang menunjukkan aktivitas manufaktur AS pada Agustus mengalami kontraksi untuk pertama kalinya dalam tiga tahun. Sebelumnya, data terpisah menunjukkan aktivitas manufaktur zona euro juga menyusut untuk bulan ketujuh pada Agustus.

"Kemunduran itu terus merongrong prospek pertumbuhan permintaan untuk minyak," kata John Kilduff, seorang mitra di Again Capital di New York.

Harga minyak telah turun sekitar 20 persen sejak mencapai puncaknya pada April 2019, dilanda kekhawatiran perang dagang akan mengurangi permintaan minyak.

Presiden AS Donald Trump mengatakan pada Selasa (3/9/2019) bahwa pembicaraan perdagangan antara Amerika Serikat dan China berjalan dengan baik, meskipun ia memperingatkan bahwa ia akan "lebih keras" dalam negosiasi jika diskusi berlanjut hingga masa jabatan keduanya. Trump mengatakan kedua pihak akan bertemu untuk pembicaraan bulan ini.

Wakil Perdana Menteri China Liu He mengatakan China dengan tegas menentang perang dagang, kantor berita resmi Xinhua melaporkan. Washington mulai mengenakan tarif 15 persen pada sejumlah barang impor dari China pada 1 September, sementara China mulai menempatkan bea baru pada minyak mentah AS.

"Sengketa perdagangan AS-China "adalah pendorong harga datar paling penting akhir-akhir ini," kata Tamas Varga pialang minyak PVM.

Di sisi pasokan, ekspor minyak Venezuela turun pada Agustus ke level terendah pada 2019, laporan internal dan data Refinitiv Eikon menunjukkan, menyusul sanksi AS yang lebih keras.

Produksi minyak Rusia pada Agustus naik menjadi 11,294 juta barel per hari (bph), data menunjukkan pada Senin (2/9/2019) mencapai tertinggi sejak Maret dan melampaui tingkat yang dijanjikan Moskow berdasarkan perjanjian dengan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) .

"Tekanan penurunan harga menonjol hari ini oleh indikasi akhir pekan bahwa OPEC telah meningkatkan produksi pada Agustus untuk pertama kalinya tahun ini, sementara Rusia dilaporkan memproduksi di luar kuota yang disepakati," kata Jim Ritterbusch, Presiden Ritterbusch and Associates, dalam sebuah catatan.

Data yang akan dirilis minggu ini tentang tingkat persediaan AS akan ditunda sehari hingga Rabu dan Kamis karena hari libur Hari Buruh AS pada Senin (2/9/2019).

Harga minyak kemungkinan akan tetap di kisaran sempit untuk “masa mendatang” dan akan ada sedikit pertumbuhan pengeluaran di ladang minyak dan gas Amerika Utara dalam jangka waktu dekat hingga menengah, Lorenzo Simonelli, kepala eksekutif General Electric Co Baker Hughes mengatakan.

sumber : Antara/Reuters

Let's block ads! (Why?)


https://ift.tt/2ZB73WV
September 04, 2019 at 08:01AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2ZB73WV
via IFTTT

No comments:

Post a Comment