Pages

Monday, September 30, 2019

Jawab Eksepsi Romi, Jaksa: Agama tak Ajarkan Korupsi

Jangan gunakan kalam Allah SWT dan hadis Nabi untuk benarkan perbuatan batil.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta mantan ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy alias Romi tidak membawa ajaran agama dalam perkara korupsi yang melilitnya. Dalam nota keberatan (eksepsi) yang dibacakan pada Senin pekan lalu, Romi mengutip sejumlah ayat Alquran untuk membela diri.

"Tidak ada ajaran agama yang mengajarkan perbuatan koruptif dan tidak ada ajaran agama yang mengajarkan bahwa kejahatan tidak boleh ditindak," kata JPU KPK, Wawan Yunarwanto, saat membacakan tanggapan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/9).

Dalam perkara ini, Romi didakwa menerima suap bersama Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin sebesar Rp 325 juta dan Rp 91,4 juta. Suap dari Kepala Kantor Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi itu terkait pengangkatan keduanya dalam jabatan masing-masing.

"Janganlah bersembunyi dengan menggunakan kalam Allah SWT dan hadis Nabi Muhammad SAW untuk membenarkan atau menjustifikasi perbuatan yang batil," kata Wawan.

Wawan mengaku miris mendengar Romi mengutip surah al-Hujurat ayat 12 untuk mengungkapkan tentang mencari-cari kesalahan saudaranya. Dengan ayat itu, Romi menuding KPK telah mencari-cari kesalahannya.

"Melihat pendapat dari terdakwa tersebut, penuntut umum hanya dapat mengucapkan astagfirullahaladzim. Insya Allah, penuntut umum telah menjauhkan diri dari hal yang dituduhkan terdakwa sebagai insan yang suka mencari kesalahan saudaranya ataupun memakan daging sesamanya," kata Wawan.

Wawan menegaskan, bertugas sebagai penuntut umum untuk mendakwa Romi merupakan tugas berat yang dipertanggungjawabkan secara profesi dan di hadapan Tuhan. Karena itu, Wawan mengaku harus berhati-hati, profesional, dan tidak menzalimi.

"Janganlah pula karena sedang terlibat perkara sehingga mencari alasan pembenar dengan berbagai dalil, misalnya terkait dengan politik, perkara kecil, atau mengapa tidak dicegah akan ada pemberian uang," kata Wawan.

Dalam eksepsinya, Romi juga menyalahkan KPK karena suara PPP dalam pileg 2019 menurun. Menurut Romi, penangkapannya membuat perolehan suara PPP turun lebih dari 1 juta suara. Romi juga menuntut agar JPU menghapus jabatannya sebagai mantan ketua umum PPP dalam dakwaan.

"Bahkan, KPK pun dipersalahkan karena perolehan suara partai jadi berkurang. Penuntut umum ingin menegaskan perkara terdakwa murni penegakan hukum. Tiada agenda apa pun atau ditunggangi siapa pun. Semua adalah penegakan hukum semata," kata jaksa KPK lainnya, Ariawan Agustiartono.

Ariawan menjelaskan, jabatan Romi disebut dalam berita acara pemeriksaan (BAP) agar menghindari error in persona yang mengakibatkan dakwaan batal. Dalam bagian kolom pekerjaan untuk identitas terdakwa selama menjalani proses penyidikan sebanyak empat kali dicantumkan anggota DPR Komisi XI periode 2014-2019 (mantan ketua umum PPP).

"Keempat BAP tersebut diberi paraf dan ditandatangani sehingga membuktikan terdakwa tidak keberatan tentang pencatuman 'mantan ketua umum PPP'," kata dia.

Jaksa KPK pun meminta majelis hakim menolak keberatan Romi dan penasihat hukumnya. "Kami memohon majelis hakim untuk menolak keberatan eksepsi terdakwa dan penasihat hukum terdakwa, menyatakan surat dakwaan yang telah dibacakan telah memenuhi syarat sebagaimana ditentukan KUHAP dan menetapkan agar melanjutkan persidangan ini sesuai dengan dakwaan," kata Wawan.

Majelis hakim yang diketuai Fashal Hendri pun menunda persidangan. Hakim akan menyampaikan putusan sela perkara tersebut pada Rabu (9/10). n antara ed: ilham tirta

Let's block ads! (Why?)


https://ift.tt/2o1j7PU
October 01, 2019 at 08:27AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2o1j7PU
via IFTTT

No comments:

Post a Comment