REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Revolusioner komunis Mao Zedong secara resmi memproklamirkan keberadaan Republik Rakyat China (RRC) pada 1 Oktober 1949. Saat itu, negarawan Zhou Enlai menjadi perdana menterinya.
History mencatat, proklamasi itu adalah puncak dari pertempuran bertahun-tahun antara pasukan komunis Mao dan rezim pemimpin China Nasionalis Chiang Kai-Shek, yang didukung dengan uang dan senjata dari pemerintah Amerika Serikat (AS). Hilangnya China, negara terbesar di Asia, akibat komunisme merupakan pukulan berat bagi AS yang masih memulihkan diri akibat peledakan alat nuklir Uni Soviet satu bulan sebelumnya.
Pejabat Departemen Luar Negeri dalam pemerintahan Presiden AS Harry S. Truman berupaya mempersiapkan publik AS dari hasil terburuk ketika mereka merilis buku putih pada Agustus 1949. Laporan itu mencatat rezim Chiang sangat korup, tidak efisien, dan tidak populer sehingga tidak ada bantuan yang bisa menyelamatkannya.
Namun demikian, kemenangan komunis di China menimbulkan gelombang kritik dari Partai Republik yang menuduh pemerintahan Truman kehilangan China sebab salah penanganan situasi. Anggota Partai Republik lainnya saat itu, terutama Senator Joseph McCarthy, melangkah lebih jauh.
Dia mengklaim Departemen Luar Negeri telah baik pada komunisme. Namun, lebih parahnya lagi, McCarthy mengacu ada simpatisan pro-komunis di departemen.
AS awalnya menahan pengakuan dari pemerintah komunis baru di China. Pecahnya Perang Korea pada 1950, di mana pasukan komunis China dan AS bertempur, mendorong perselisihan yang lebih dalam antara kedua negara.
Presiden AS berikutnya Richard Nixon memecahkan kebuntuan dengan kunjungannya ke China pada Februari 1972. Kemudian, AS memperluas pengakuan diplomatik resmi pada 1979.
https://ift.tt/2oLCrkD
October 01, 2019 at 06:59AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2oLCrkD
via IFTTT
No comments:
Post a Comment