REPUBLIKA.CO.ID, DEIYAI -- Pascaaksi unjuk rasa yang berujung kericuhan di Deiyai pekan lalu, aparat kepolisian dan TNI sudah menguasai pusat kota Kabupaten Deiyai, Papua. Penguasaan itu memaksa sejumlah warga daerah tersebut mengungsi.
"Kondisi terakhir di Deiyai. Aparat gabungan TNI dan Polri sudah menduduki kota Deiyai," kata Hengky Yeimo, wartawan lokal di Papua saat dihubungi Republika.co.id, Senin (2/9).
Ia menuturkan, kondisi keamanan di Deiyai sudah mulai pulih kendati warga tempatan masih belum banyak melakukan aktivitas seperti hari biasanya. Hengky juga menuturkan, pascakericuhan pekan lalu yang berujung penembakan terhadap peserta aksi unjuk rasa menolak rasialisme, warga masih traumatis. Masyarakat tempatan memilih mengungsi ke beberapa kampung di Deiyai.
Menurutnya, warga dari Komou sampai Yagu sebagian mengungsi ke Diay dan Tigi Barat. Sedangkan warga Waghete 1 dan Waghete 2 sebagian besar mengungsi ke Kali Yawei Sebelah, Yaba, dan Tigi Barat. Sementara warga Bomo sebagian mengungsi ke Tigi Barat dan Kali Yawei Sebelah.
Masyarakat yang mengungsi, menurut Hengky, belum kembali ke rumah masing-masing hingga hari ini. Utamanya mereka yang tinggal di Waghete yang tak jauh dari lokasi kericuhan di Kantor Bupati Deiyai.
"Masyarakat Deiyai yang mengungsi karena takut, banyak intel orang asli Papua, dan TNI-Polri," ujarnya.
Informasi soal pengungsi itu, menurut dia, ia kumpulkan dari para tetua di Deiyai dan para mahasiswa asal Deiyai. Menurut Hengky, saat ini jaringan telekomunikasi di Deiyai belum sepenuhnya lancar. Hanya pagi dan sore hari komunikasi melalui telepon seluler bisa lancar dilakukan.
Kericuhan di depan Kantor Bupati terjadi saat seribuan orang menggelar aksi menolak rasialisme pada Rabu (28/8). Menurut versi kepolisian, aparat terpaksa mengeluarkan tembakan saat warga berang karena Pemkab Deiyai enggan meneken pernyataan menuntut referendum kemerdekaan Papua. Kendati demikian, Gereja Kingmi Papua menyatakan penembakan dilakukan saat warga tengah berorasi.
Kepolisian menyatakan, sebanyak dua pengunjuk rasa meninggal dan satu prajurit TNI gugur. Pihak Gereja Kingmi mencatat, sebanyak tujuh warga meninggal. Pemkab Deiyai mencatat delapan warga meninggal.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyampaikan, sebanyak 6.000 pasukan gabungan TNI-Polri telah diterjunkan ke berbagai wilayah di Papua. Ia juga telah mengeluarkan maklumat pelarangan aksi unjuk rasa di Papua pada Ahad (1/9).
https://ift.tt/2zGhARN
September 02, 2019 at 07:53AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2zGhARN
via IFTTT
No comments:
Post a Comment