REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai margin bunga bersih (net interestmargin/NIM) perbankan yang tinggi menahan laju kredit dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tingginya NIM di perbankan nasional ini juga akan berdampak kepada dunia usaha.
"Keuntungan perbankan melalui NIM itu terlalu tinggi, ada yang sampai 4-5 persen, di negara lain paling tinggi dua persen. NIM tinggi otomatis suku bunga kredit juga tinggi," ujar Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad, Kamis (17/10).
Menurut Tauhid, pemerintah harus melakukan koordinasi dengan perbankan, terutama BUMN untuk dapat melakukan penurunan suku bunga kredit setelah Bank Indonesia mengumumkan penurunan suku bunga (BI 7Day Reverse Repo Rate). Ia mengharapkan bank BUMN dapat lebih berperan aktif dalam menggerakkan ekonomi nasional, salah satunya melalui pemberian kredit rendah.
"Jangan sampai bank-bank BUMN dikejar dividen, tetapi lupa terhadap misi dalam menggerakkan ekonomi," ucapnya.
Berdasarkan survei Bank Indonesia (BI), perbankan mengindikasikan pertumbuhan kredit baru melambat pada kuartal III-2019, tercermin dari saldo bersih tertimbang (SBT) permintaan kredit baru pada kuartal III-2019 sebesar 68,3 persen, lebih rendah dibandingkan 78,3 persen pada triwulan sebelumnya.
Sementara itu, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 September 2019 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,25 persen.
https://ift.tt/31qNeyh
October 18, 2019 at 07:39AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/31qNeyh
via IFTTT
No comments:
Post a Comment