REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Wali Kota Medan Tengku Dzulmi Eldin (TDE) bersama dua orang lainnya yang telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan penerimaan suap terkait proyek dan jabatan oleh Wali Kota Medan 2014-2015 dan 2016-2021. Dua tersangka lainnya, yakni Kepala Dinas PUPR Kota Medan Isa Ansyari (IAN), dan Kepala Bagian Protokoler Kota Medan Syamsul Fitri Siregar (SFI).
"Penahanan dilakukan selama 20 hari pertama," kata Plh Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (17/10).
Dzulmi ditahan di Rutan Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur Jakarta, Isa di Rutan Polres Metro Jakarta Pusat, dan Syamsul di Rutan Kelas I Jakarta Pusat (Salemba). Diketahui, KPK pada Rabu (16/10) menetapkan Dzulmi sebagai tersangka dugaan penerimaan suap terkait proyek dan jabatan oleh Wali Kota Medan 2014-2015 dan 2016-2021.
"Setelah melakukan pemeriksaan dilanjutkan dengan gelar perkara, maka disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi. KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka yaitu pemberi IAN (Isa Ansyari) Kepala Dinas PUPR Kota Medan, TDE (Tengku Dzulmi Eldin) Wali kota Medan dan SFI (Syamsul Fitri Siregar) Kepala Bagian Protokoler kota Medan," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Rabu (16/10) malam.
Dzulmi ditetapkan sebagai tersangka setelah diamankan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Medan bersama dengan Kepala Sub Bagian Protokoler Kota Medan Syamsul Fitri Siregar (SFI), Kepala Dinas PUPR Kota Medan Isa Ansyari (IAN), ajudan Wali Kota Medan Aidiel Putra Pratama (APP) dan Sultan Solahudin (SSO) pada Selasa (15/10).
Dalam perkara ini, Dzulmi diduga menerima sejumlah uang dari Isa Ansyari. Pertama, Isa memberikan uang tunai sebesar Rp20 juta setiap bulan pada periode Maret-Juni 2019. Pada 18 September 2019, Isa juga memberikan uang senilai Rp50 juta kepada Dzulmi.
Pemberian kedua terkait dengan perjalanan dinas Dzulmi ke Jepang yang juga membawa keluarganya. "Pada bulan Juli 2019, TDE melakukan perjalanan dinas ke Jepang didampingi beberapa kepala dinas di lingkungan Pemerintah Kota Medan. Perjalanan dinas ini dalam rangka kerja sama "sister city" antara Kota Medan dan Kota Ichikawa di Jepang," tambah Saut.
Dalam perjalanan dinas tersebut, di luar rombongan Pemerintah Kota Medan, Dzulmi mengajak serta istri, dua orang anak, dan beberapa orang lainnya yang tidak berkepentingan. Keluarga Tengku Dzulmi bahkan memperpanjang waktu tinggal di Jepang selama tiga hari di luar waktu perjalanan dinas. Di masa perpanjangan tersebut mereka didampingi oleh Kasubbag Protokol Pemerintah Kota Medan, yaitu Syamsul Fitri Siregar.
"Akibat keikutsertaan pihak-pihak yang tidak berkepentingan, terdapat pengeluaran perjalanan dinas wali kota yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak bisa dibayarkan dengan dana APBD. Pihak 'tour and travel' kemudian menagih sejumlah pembayaran tersebut kepada TDE," ungkap Saut.
Dzulmi kemudian bertemu dengan Syamsul dan memerintahkannya untuk mencari dana dan menutupi ekses dana non-budget perjalanan ke Jepang tersebut dengan nilai sekitar Rp800 juta. "Kadis PUPR lalu mengirim Rp200 juta ke wali kota atas permintaan melalui protokoler untuk keperluan pribadi wali kota," ungkap Saut.
https://ift.tt/2oPZXx7
October 17, 2019 at 07:42AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2oPZXx7
via IFTTT
No comments:
Post a Comment