REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK – Perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-35 Persatuan Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN) di Bangkok, Thailand, kembali berlanjut pada Ahad (3/11). Sejak Sabtu (2/11), para pimpinan ASEAN, termasuk Presiden Joko Widodo (PBB) dan utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), terus menyoroti isu etnis Rohingya yang terusir dari Negara Bagian Rakhine, Myanmar.
"Rata-rata para pemimpin ASEAN mendorong agar kemajuan dapat terus terjadi. Repatriasi (pengungsi Rohingya) yang sukarela, aman, bermartabat dapat segera dilaksanakan dan ASEAN menyatakan kembali kesiapannya untuk membantu," kata Retno dalam keterangan pers yang diunggah Sekretariat Presiden, kemarin.
Dalam konteks ini, ASEAN telah sepakat untuk membentuk gugus tugas ad hoc yang akan memantau pelaksanaan rekomendasi dari Preliminary Need Assessment (PNA) Team. "Maret sudah ada rekomendasi dari PNA, kemudian Oktober kemarin sudah bertemu technical working group dan menghasilkan beberapa prioritas yang akan ditindaklanjuti untuk membantu persiapan repatriasi," kata Retno.
Menurut dia, ASEAN memang perlu memiliki satuan tugas yang dapat memantau secara penuh implementasi rekomendasi PNA. Oleh karena itu, para pemimpin ASEAN sudah menyepakati pendirian ad hoc task force. "Bapak Presiden (Joko Widodo) sudah menyatakan siap memberikan kontribusi agar ad hoc task force dapat segera berdiri," ujarnya.
Pada Agustus 2017, sedikitnya 740 ribu etnis Rohingya melarikan diri dari Rakhine dan mengungsi ke Bangladesh. Hal itu terjadi setelah militer Myanmar melakukan operasi brutal dengan dalih untuk menangkap gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA).
Masifnya arus pengungsi ke wilayah perbatasan Bangladesh segera memicu krisis kemanusiaan. Para pengungsi Rohingya terpaksa harus tinggal di tenda atau kamp dan menggantungkan hidup pada bantuan internasional. Investigator PBB telah menyimpulkan, yang dilakukan militer Myanmar terhadap etnis mayoritas Muslim serupa genosida alias pembersihan etnis.
Dalam sesi pleno di KTT ke-35 ASEAN, Sabtu, Presiden Jokowi menegaskan, Indonesia menaruh perhatian besar bagi upaya pemulihan situasi dan keamanan di Rakhine. "Saya yakin kita semua mengharapkan agar situasi di Rakhine State dapat segera kembali normal," ujar Jokowi.
Upaya-upaya yang harus terus dilakukan, kata Jokowi, adalah langkah repatriasi secara sukarela, aman, dan bermartabat bagi para pengungsi di Rakhine State. Retno Marsudi yang ikut mendampingi Presiden Jokowi menyampaikan bahwa presiden memandang perlu diteruskannya dialog dengan para perwakilan pengungsi yang saat ini berada di Cox's Bazaar, Bangladesh.
Presiden Jokowi juga mengangkat isu krisis kemanusiaan di Rakhine dan Palestina dalam pertemuan bilateral dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres. Keduanya bertemu selepas sesi pleno KTT ke-35 ASEAN di Bangkok, Thailand, Sabtu. "Sekali lagi, Indonesia secara aktif bersedia, more than ready, untuk berkontribusi dalam upaya penyelesaian dua masalah yang tak mudah itu," ujar Retno Marsudi.
Selepas bertemu dengan Jokowi, pada Ahad, Antonio Guterres mendesak Myanmar menjamin kepulangan etnis Rohingya dalam keadaan aman. Hal itu ia sampaikan dalam forum KTT ASEAN yang juga dihadiri pimpinan Myanmar Aung San Suu Kyi. “Myanmar bertanggung jawab menjamin lingkungan yang kondusif bagi pengembalian pengungsi Rohingya secara bermartabat dan berkelanjutan,” kata Guterres.
Myanmar sebelumnya telah bersedia menerima kembalinya pengungsi Rohingya, tetapi masih enggan memberikan status kewarganegaraan penuh. Myanmar juga mensyaratkan para anggota etnis Rohingya bersedia hidup di Rakhine dengan penjagaan ketat aparat keamanan.
Sejauh ini, hanya ratusan yang telah kembali ke Rakhine. Kebanyakan pengungsi masih takut terhadap persekusi yang terjadi di negeri dengan mayoritas pemeluk agama Buddha tersebut. Sekjen PBB juga meminta Myanmar menjamin pemberian akses tak terbatas bagi pekerja kemanusiaan di Rakhine terkait pemulangan pengungsi.
Sejumlah lembaga pegiat hak asasi manusia (HAM) sebelumnya mengkhawatirkan, isu Rohingya tak akan menjadi sorotan utama di KTT ASEAN. “Ini adalah bencana yang coba ditutup-tutupi Aung San Suu Kyi dan para pejabat di Myanmar,” kata kata Phil Robertson, deputi Asia Human Rights Watch (HRW), dilansir Bangkok Post Sabtu.
Selain pelanggaran HAM di Myanmar, HRW juga menyoroti perang melawan narkoba di Filipina, hukuman liwat di Brunei Darussalam, dan penghilangan paksa di Laos. Manajer Program Asia Timur dan ASEAN Forum Asia Rachel Arinii juga menyayangkan sikap negara-negara Asia Tenggara yang selalu mengeksploitasi prinsip nonintervensi sebagai alasan untuk tak membahas pelanggaran-pelanggaran HAM.
Aung San Suu Kyi belum mengeluarkan sikap atas sorotan terhadap Rohingya di KTT ke-35 ASEAN. Ia sebelumnya justru menekankan bahwa yang mereka lakukan di Myanmar adalah pemberantasan terorisme. “Jadi, kami kecewa komunitas internasional tak menaruh perhatian terhadap elemen terorisme di Rakhine,” ujarnya, dilansir Channel News Asia,” akhir bulan lalu. n Kamran Dikarma, Sapto Andika Candraed: fitriyan
https://ift.tt/2WEtdTY
November 04, 2019 at 07:50AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2WEtdTY
via IFTTT
No comments:
Post a Comment