REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut sederet kerugian dan pelanggaran perkawinan yang dilakukan anak-anak. Kerugian itu diantaranya memutus akses pendidikan, belum siap secara psikologis, hingga membebani negara.
Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan, batas usia perkawinan minimal 16 tahun untuk perempuan yang dinyatakan di undang-undang (UU) Perkawinan No 1 Tahun 1974 jelas melanggar hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan dasar minimal selama 12 tahun.
"Selain itu dengan usia minimal 16 tahun yang bisa menikah berdasarkan UU Perkawinan Nomor No 1 Tahun 1974 juga melanggar undang-undang dasar (UUD) 1945 pasal 31 dan UU Perlindungan Anak nomor 35 tahun 2014 pasal 26 yang menyatakan orang tua wajib mencegah perkawinan usia anak," katanya saat Dialog Publik Pencegahan Perkawinan Anak, di Jakarta, Selasa (18/12).
Pelanggaran lainnya, dia menambahkan, yaitu ketika terjadi perkawinan anak terjadi maka melanggar hak dasar anak karena membatasi pendidikan kemudian efeknya memutuskan akses pendidikan anak yang berdampak masa depannya suram. Kemudian ia juga tidak memiliki keterampilan hidup dan sulit mendapatkan taraf kehidupan yang lebih baik dan ujung-ujungnya membebani ketika tua.
Selain itu, Retno menyebut secara psikologis anak yang menikah memiliki psikologi masih labil karena belum siap menjadi seorang ibu yang mengandung, menyusui, dan merawat anak padahal dia sendiri butuh bimbingan dan arahan dari orang tua. Terakhir, ia menyebut perkawinan anak juga akan jadi beban negara dalam jangka panjang.
"Ini berdasarkan laporan terbaru bank dunia bahwa perkawinan usia dini akan merugikan negara hingga triliunan dolar AS pada 2030 jika perkawinan itu tidak diakhiri," katanya.
Karena itu, Retno menegaskan KPAI mengapresiasi putusan Mahkamah Kosntitusi (MK) mengenai pendewasaan usia nikah. Menurutnya, penundaan usia perkawinan akan mengendalikan jumlah penduduk, meningkatkan kesejahteraan perempuan, menurunkan kematian balita, menurunkan stunting akibat kekurangan nutrisi, dan menguntungkan negara hingga 90 miliar dolar AS.
Keuntungan lainnya, dia menambahkan, adalah peningkatan kesejahteraan perempuan di lingkungan kerja pendapatan. Karena itu ia berharap anggota dewan perwakilan rakyat (DPR) segera melakukan perubahan UU tersebut.
Sebelumnya MK mengabulkan sebagian dari uji materi UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan atau UU Perkawinan, khususnya mengenai batas usia perkawinan. "Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ucap Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman dalam persidangan di MK, Jakarta Pusat, Kamis (13/12).
https://ift.tt/2CjhRwm
December 18, 2018 at 09:35PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2CjhRwm
via IFTTT
No comments:
Post a Comment