REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pradiabetes merupakan kondisi di mana kadar gula darah sudah melebihi batas normal, namun belum cukup tinggi untuk masuk dalam kategori diabetes melitus tipe 2 (DMT2). Kasus pradiabetes di Indonesia diperkirakan jauh lebih banyak dibandingkan kasus diabetes itu sendiri.
"Sekarang angka pradiabetes kita nomor tiga di dunia," ungkap Tri Juli Edi Tarigan saat ditemui usai upacara promosi doktornya di IMERI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rabu (9/1).
Yang cukup mengkhawatirkan, kondisi pradiabetes seringkali tidak disadari oleh penderitanya. Hal ini dikarenakan kondisi pradiabetes cenderung tidak bergejala.
Karena tidak disadari, kondisi ini tidak mendapatkan intervensi yang dibutuhkan. Akibatnya, pradiabetes dapat dengan mudah berubah menjadi DMT2.
Tri mengatakan pradiabetes bisa diintervensi agar penderitanya bisa kembali normal. Intervensi terbaik untuk mencegah prediabetes berubah menjadi DMT2 adalah perubahan gaya hidup.
"Untuk pradiabetes, kalau kita bandingkan dengan (obat) metformin atau acarbose, paling bagus itu perubahan gaya hidup," kata dokter yang akrab disapa TJ ini.
Beberapa perubahan gaya hidup yang bisa dilakukan adalah olahraga teratur, misalnya dengan berjalan kaki 30 menit per hari. Selain itu, perubahan gaya hidup juga mencakup pengaturan pola makan yang sehat dan terukur dengan baik.
Meski terdengar mudah, perubahan gaya hidup merupakan upaya yang cukup sulit untuk diterapkan secara konsisten dalam jangka panjang. Seringkali penyandang pradiabetes gagal melakukan perubahan gaya hidup ini.
Untuk penyandang pradiabetes yang tidak bisa menerapkan perubahan gaya hidup, intervensi lain bisa dilakukan melalui obat-obatan. Beberapa contoh obat yang bisa digunakan adalah metformin atau acarbose.
"(Gunakan obat) untuk orang yang nggak kuat melakukan perubahan gaya hidup, yang motivasi internalnya memang lemah," ujar Tri.
Intervensi dengan obat-obatan juga bisa diberikan pada penyandang pradiabetes yang memiliki banyak faktor risiko diabetes. Misalnya, selain kondisi pradiabetes dia juga memiliki hipertensi, kolesterol tinggi, atau kebiasaan merokok.
"Walaupun dia pradiabetes, itu hati-hati. Kita mungkin segera intervensi (dengan obat) aja," kata Tri.
Upaya pencegahan agar pradiabetes tidak menjadi DMT2 sangat penting dilakukan. Alasannya, kondisi pradiabetes masih bisa dikembalikan menjadi normal. Namun, bila pradiabetes sudah berubah menjadi DMT2, maka tidak bisa dikembalikan menjadi normal.
Meski tidak bergejala, kondisi pradiabetes bisa ditemukan melalui skrining rutin. Skrining yang bisa dilakukan adalah tes kadar gula darah puasa atau kadar gula darah sewaktu. Sedangkan standar diagnosis pradiabetes bisa dilakukan dengan tes toleransi glukosa oral. Seseorang dapat dikatakan pradiabetes bila memiliki kadar gula darah puasa 100-125 mg/dL atau kadar gula darah normal 140-200 mg/dL.
"(Bila memiliki faktor risiko) itu harus skrining, jangan menunggu ada keluhan. Kalau ada keluhan artinya sudah telat," kata Tri.
http://bit.ly/2RDliWZ
January 09, 2019 at 08:42PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2RDliWZ
via IFTTT
No comments:
Post a Comment