Pages

Wednesday, January 9, 2019

Menlu: Indonesia Lakukan 129 Perundingan Perbatasan

Indonesia memiliki empat kebijakan prioritas luar negeri selama empat tahun terakhir.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memaparkan empat kebijakan prioritas politik luar negeri Indonesia selama empat tahun terakhir. Prioritas pertama adalah menjaga kedaulatan Indonesia.

Retno mengatakan Indonesia negara yang menyakini kekuatan diplomasi dan negosiasi dalam menyelesaikan isu batas-batas negara. Dalam empat tahun terakhir, kata Retno, intensitas diplomasi dan negosiasi perbatasan terus ditingkatkan dan diintensifkan. Selama kurun ini, Indonesia melakukan 129 perundingan perbatasan dengan negara lain.

Indonesia menggelar perundingan perbatasan dengan India, Malaysia, Vietnam, Laos, Singapura, Filipina, Thailand dan Timor Leste. Negosiasi dengan negara-negara tersebut tidak hanya dilakukan dalam tingkat teknis.

"Upaya tambahan juga dilakukan untuk memperkuat negosiasi, seperti penunjukan utusan khusus, perundingan pada tingkat tinggi tingkat menteri luar negeri, negosiasi perbatasan tidak pernah mudah, perlu waktu panjang, perlu kesabaran sambil terus saling percaya," kata Retno dalam pernyataan pers tahunan, Rabu (9/1).

Retno mengatakan salah satunya ratifikasi penentuan titik garis Laut Cina Selatan dengan Indonesia melalui Undang-undang tahun 2017. Indonesia juga telah meratifikasi batasan laut wilayah bagian timur selat Singapura antara Indonesia-Singapura dalam Undang-undang nomor 1 tahun 2017 dengan dilanjutlan piagam ratifikasi 10 Febuari 2017.

Indonesia pun membuat kesepakatan dengan Vietnam untuk menerima Prinsip Nonsingular, kesepakatan dengan Palau mengenai area desiminitasi dan negosiasi per segmen dan beberapa kesepakatan perbatasan lainnya.

Indonesia juga berhasil menyelesaikan isu perbatasan darat di Sungai Simantipal di Titik C.500-C.600 setelah tertunda selama lebih  dari 40 tahun. Indonesia juga membuat perbatasan dengan Papua Nugini dengan menanam 45 pilar batas tambahan setelah melalukan negosiasi selama lima tahun.

"Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan hal yang tidak dapat ditawar, dari Sabang sampai Marauke sebagai satu-kesatuan, gangguan terhadap negara kesatuan akan disikapi secara tegas oleh Indonesia," kata Retno.

Retno juga menyinggung tentang pembunuhan 19 warga sipil oleh kelompok separatis kriminal bersenjata. Retno mengatakan perbuatan  kejam kelompok separtis tersebut harus dikutuk dan ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku.

Retno menambahkan gangguan-gangguan dari kelompok separatis tersebut tidak akan mengurangi komitmen pemerintah untuk mensejahterahkan masyarakat Papua. Karena masyarakat Papua adalah masyarakat Indonesia.

Priortitas kedua melindungi Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri. Retno mengatakan melindungi WNI menjadi amanat konstitusi yang harus ditunaikan. Selama empat tahun terakhir perlindungan WNI dilakukan dengan memperbaiki budaya struktural para diplomat Indonesia untuk meningkatkan perlindungan secara lebih optimal kepada WNI di luar negeri.

"Mesin perlindungan kami lebih besar terutama untuk melindungi kelompok-kelompok rentan misalnya para perempuan korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)," kata Retno.

Indonesia juga membangun sistem perlindungan yang lebih canggih. Sejak 1 Januari 2019 Portal Peduli WNI diterapkan serentak diseluruh perwakilan Indonesia di luar negeri. Portal Peduli WNI adalah wadah tunggal pelayanan dan perlindungan WNI di luar negeri.

Prioritas ketiga kebijakan politik luar negeri Indonesia, kata Retno, ialah diplomasi ekonomi. Indonesia berusaha memperkuat perekonomiannya dengan melakukan kerja sama dengan pasar-pasar baru.

"Tingkatan ekonomi Indonesia dengan negara-negara Afrika mulai terjalin lebih dekat, satu terobosan yang dilakukan adalah penyelenggaraan Forum Indonesia-Afrika," kata Retno.

Dalam prioritas keempat Indonesia fokus menjaga perdamaian dunia. Indonesia juga senantiasa meningkatkan perannya di kawasan dan global, sebagi wujud kontribusi bagi dunia. Dengan visi Indonesia sebagai global maritime fulcrum, Indonesia terus memperkuat diplomasi maritim.

Hal ini tercermin dari terselenggaranya KTT Pertama IORA, Our Ocean Conference, dan Indonesia-Africa Maritime Dialogue. Baru-baru ini, Indonesia juga menginisiasi EAS Leaders’ Statement on Combating Marine Plastic Debris pada KTT EAS 2018 di Singapura.“Kita perlu menjaga stabilitas, keamanan, dan kemakmuran di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Dalam konteks itu, Indonesia mengembangkan konsep kerja sama Indo-Pasifik,” kata Menlu Retno.

Let's block ads! (Why?)


http://bit.ly/2H0FJcf
January 09, 2019 at 08:42PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2H0FJcf
via IFTTT

No comments:

Post a Comment