REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Pemerintah Filipina mendeklarasikan wabah campak di beberapa wilayah termasuk ibukota Manila. Pada 26 Januari lalu Departemen Kesehatan Bidang Epidemiologi mencatat 1.813 kasus campak dan 26 kematian. Ada kenaikan sebesar 74 persen dari tahun 2018.
Campak bisa sangat berbahaya bagi anak kecil dan bayi. Kenaikan kasus campak ini meningkatkan kekhawatiran untuk 2,4 juta anak yang belum divaksin. Orang tua di Filipina enggan untuk mengimunisasi anak-anak mereka di pusat-pusat kesehatan pemerintah, setelah ada komplikasi terkait dengan vaksin dengue, Dengvaxia.
Perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Filipina Dokter Gundo Weiler, mengatakan tingkat imunisasi jauh di bawah target 95 persen dan menurun. Pada 2016, rata-rata angkanya sekitar 75 persen tapi turun jauh pada tahun 2017.
"Dalam skenario ini kami memiliki sekumpulan anak-anak yang tumbuh dari waktu ke waktu tanpa terlindungi dan rentan terhadap campak," kata Weiler, seperti dilansir BBC, Kamis (7/2).
Campak adalah penyakit yang dapat menular melalui udara dan menyebar dengan mudah melalui batuk dan bersin. Gejala awalnya biasanya demam, batuk, pilek dan mata meradang. Beberapa hari kemudian ruam merah muncul di wajah dan tubuh.
Menteri Kesehatan Filipina Francisco Duque mengatakan bronchopneumonia dari komplikasi campak dapat mematikan. Ia mendorong para orang tua untuk mengimunisasi anak mereka.
Baca juga, Campak Mewabah, Filipina Gencarkan Kampanye Imunisasi
"Orang tua harusnya tidak menunggu komplikasi terjadi karena sudah terlalu terlambat," katanya.
Duque mengatakan deklarasi wabah campak ini karena Kementerian Kesehatan Filipina melihat kasus kematian karena campak terus meningkat selama beberapa pekan terakhir. Mereka juga meningkatkan pengawasan terhadap kasus-kasus baru dan memperingatkan para ibu serta pengasuh bayi untuk lebih waspada.
Pemerintah Filipina awalnya hanya mendeklarasikan wabah campak di Manila dan Luzon. Tapi Kementeri Kesehatan Filipina menambah beberapa wilayah lainnya. Media-media Filipina mengkritik kerja pemerintah karena wabah campak ini bisa terjadi.
"Wabah penyakit apapun di wilayah tertentu dapat dilihat sebagai kegagalan kebijakan pemerintah di bidang kesehatan publik," tulis ABC-CBN News.
Menurut mereka pemerintah harus memetakan dan mengidentifikasi wilayah yang rentan terhadap penyakit tertentu. Kegagalan kebijakan ini menurut ABC-CBN News dapat terlihat dalam wabah campak yang sebenarnya dapat dicegah.
ABC-CBN News mengatakan Duque menyudutkan Kepala Kantor Pengacara Publik (PAO) Persida Acosta yang menurutnya telah membuat warga takut terhadap Dengavaxia. Sementara itu dilansir di Inquirer, Menteri Kehakiman Filipina Menardo Guevarra mengatakan seharusnya Acosta tidak perlu disudutkan atas wabah campak ini.
"Kepala PAO Acosta hanya melakukan pekerjaannya dan tidak berniat untuk menakut-nakuti publik tentang dampak negatif vaksin secara umum," kata Guevarra dalam pernyataannya.
Acosta sudah mengajukan tuntutan kriminal terhadap mantan pejabat dan pejabat kementerian kesehatan. Tuntutan ini diajukan setelah beberapa anak meninggal dunia usia diinokulasi vaksin Dengvaxia yang kontroversial.
Tim forensik PAO melakukan pemeriksaan forensik terhadap beberapa anak dan seorang dokter pemerintah yang meninggal dunia setelah diberi vaksin Dengvaxia. PAO berpendapat ada kelalaian pemerintah dalam menyaring calon penerima vaksin.
Perusahaan pembuat vaksin Sanofi Pasteur sendiri sudah menyatakan penerima vaksin yang belum terjangkit dengue akan memiliki risiko yang lebih tinggi terkena penyakit mematikan. Guevarra mengatakan ia sudah memerintahkan panel Kementerian Kehakiman untuk menyelesaikan kasus terkait Dengvaxia.
"Saya sudah meminta panel penyelidiK Dengvaxia untuk menyelesaikan kasus tersebut pada bulan ini," kata Guevarra.
Ia mengatakan dengan dukungan Presiden Rodrigo Duterte, kementeriannya akan meluncurkan berbagai kampanye untuk mensosialisikan keharusan vaksin untuk mencegah penyakit seperti flu dan campak. Tuntutan Dengvaxia itu diajukan oleh Volunteers Against Crime and Corruption (VACC).
http://bit.ly/2tiLLM1
February 07, 2019 at 07:47PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2tiLLM1
via IFTTT
No comments:
Post a Comment