REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Film Alita: Battle Angel merupakan proyek kolaborasi James Cameron (Avatar) dan Robert Rodriguez (Sin City). Posisi sutradara diberikan pada Rodriguez, dan Cameron sebagai produser bersama dengan Rodriguez dan Jon Landau.
Keberadaan nama Cameron menjadi metode yang menarik banyak perhatian penonton untuk bisa menikmati film tersebut. Sutradara Titanic itu secara gemilang bisa memvisualkan dan menceritakan kehidupan Pandora yang menghasilkan kehidupan lain di luar angkasa.
Kisah film yang telah rilis sejak 5 Februari di Indonesia ini memang sukses memberikan visual yang memukau. Kota Iron City tertangkap dengan detail dan seakan memang nyata ada di dunia ini. Kehidupan di kota sekan akan menjadi gambaran Bumi di masa depan dengan sebuah kota besar melayang-layang di atasnya.
Gambaran kondisi kota yang hancur setelah perang besar bisa tertangkap dengan meyakinkan. Terlihat film ini menggarap secara serius bagian visual yang ingin ditampilkan kepada penonton, terlebih lagi bagi yang bisa menikmatinya dengan 3D, maka kemanjaan visual akan lebih terasa.
“Alita: Battle Angel mendorong karakter ke tempat yang cukup unik dalam sejarah film. Anda tidak hanya menjadi percaya pada Alita sebagai manusia, tetapi Anda benar-benar merasa seolah-olah Anda adalah bagian dari pengalamannya di dunia baru yang kaya di Iron City ini," ujar dari salah satu tim desainer, seniman, dan peneliti digital Richard Hollander.
Proyek yang berangkat dari novel grafis karya Yukito Kishiro ini telah digarap Cameron sejak tahun 1999. Awalnya, pembuat film itu ingin menangkap momen penemuan jati diri dan kekuatan perempuan. Hal ini berangkat dari melihat perkembangan anak perempuannya pada masa itu.
"Lalu aku mulai memeriksa buku-buku dan menyadari Kishiro telah menciptakan dunia yang luar biasa kaya dan terperinci yang penuh dengan potensi sinematik," kata pembuat The Terminator.
Meski berangkat dari gambaran visual yang luar biasa dan ide yang segar, eksekusi cerita dalam film ini begitu memusingkan. Banyak cabang yang meluas dan tidak dipertemukan pada satu titik yang sama.
Durasi 125 menit seakan tidak bisa menampung banyaknya cerita yang ingin disampaikan. Konflik baru terus muncul tanpa ada penyelesaian yang menyeluruh untuk mengakhirinya dengan baik, justru pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab dalam film itu terus bermunculan.
Ide utama tentang pencarian jati diri Alita seakan menghilang dan tidak terlihat. Hal tersisa hanya pertunjukan visual yang luar biasa tanpa dibarengi cerita yang kuat dan pemaksaan untuk membuat proyek sekuel-sekuel berikutnya.
http://bit.ly/2MXGz9i
February 07, 2019 at 06:31PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2MXGz9i
via IFTTT
No comments:
Post a Comment