REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pro dan kontra terjadi menyusul pernyataan Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), AM Hendropriyono yang menuturkan, ada perbedaan mendasar di pemilu kali ini. Yaitu, adanya pertarungan ideologi Pancasila melawan Khilafah. Ucapan Hendropriyono ini diucapkannya kepada wartawan di Gedung Pertemuan Soekarno Hatta, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (28/3), setelah mengumumkan draf buku karyanya berjudul 'Filsafat Intelijen Negara Republik Indonesia'.
Influencer TKN Jokowi-Maruf Amin, Roosdinal Salim, menuturkan bahwa ucapan Hendro merupakan bentuk pengingat bangsa. Bahwa, hingga saat ini isu khilafah ini masih dibicarakan bahkan dipercayai.
"Pak Hendro cuma mengingatkan kita bahwa ini (isu khilafah) tetap ada yang menggoreng loh, tetap ada yang membicarakan bahkan dipercayai jadi kita yang putuskan apakah masih mau tetap dibicarakan," jelas Roosdinal Salim dalam diskusi bertema 'Isu Khilafah, Pancasila hingga Proxy War' di d'Consulate Resto & Lounge, Jakarta Pusat, Sabtu (30/3).
Menurut Rosdinal, Khilafah memang jangan dijadikan ideologi politik yang di terapkan dalam suatu negara. Karena, dalam Islam menurutnya, ada istilah hablun minallah dan hablun minannas atau hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia.
"Kita umat islam kan ada dua, ada hablun minallah dan hablun minnas, Kalau terkait hablun minallah silahkan dilakukan dengan cara masing-masing adapun hablun minannas seperti menjadikan Khilafah sebagai ideologi apalagi masuk dalam tararan praktis maka tidak boleh," jelas Rosidinal.
Di lain pihak, Politisi Partai Keadilan Sejahtera, Mardani Ali Sera mengomentari pernyataan Hendropriyono dengan mempersilakan Hendropriyono untuk lebih merinci maksud ucapannya kepada publik. "Jadi pak Hendro jangan lempar batu sembunyi tangan, kita dari BPN, partai pendukung, pak Prabowo komitmen bahwa Pancasila adalah dasar negara kita dan sudah dirumuskan oleh para founding fathers kita," jelas Mardani.
Mardani menjelaskan, bahwa pada pemilihan gubernur Jakarta yang lalu, pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno juga diisukan terkait dengan kelompok radikalisme. Namun, ternyata saat menjabat saat ini, semua tuduhan terswbut tidak terbukti dan mengklaim bahwa saat ini kondisi di Jakarta sangat kondusif.
"Yang jadi problem saat ini menurut saya adalah Pncasila yang tidak diterapkan dengan baik, contohnya ekonomi kita yang kian terasa kapitalisme, demokrasi kita yang kian jadi pasar bebas, budaya kita yang terserang K-Pop, Ipin-Upin luar biasa, yang diinginkan oleh Prabowo ideologi itu hidup menjadi perilaku semua elite," terang Mardani.
Sementara itu, analis komunikasi politik Universitas Telkom, Dedi Kurnia Syah menyebutkan, isu ini hanya perang diksi untuk meningkatkan politik elektoral. Menurutnya, isu Khilafah versus Pancasila tidak bermanfaat sama sekali bagi masyarakat.
"Ini merupakan cara untuk meningkatkan politik elektoral, dan sentimen ini adalah cara untuk meningkatkan politik elektoralnya," jelas Dedi.
Namun, persoalan yang timbul dengan adanya isu seperti ini adalah fakta bahwa populasi pemilih di indonesia yang banyak tidak terpapar informasi secara baik. Atau, kelompok menengah ke bawah yang ketika menerima informasi, yang lebih dipilih adalah yang paling sederhana meskipun tidak sesuai fakta.
Dedi meyakini, bahwa sebenarnya orang yang mengatakan akan timbulnya Khilafah di Indonesia sendiri sebenarnya tidak yakin akan isu seperti itu. Karena, secara ide sangat sulit untuk mewujudkan khilafah.
"Mungkin untuk seratus atau dua ratus tahun lagi jika isu ini tetap ada, mungkin saja terealisasi, tapi tentu butuh waktu yang lama untuk mewujudkan sisem ini," jelas Dedi.
Lanjutnya, penyandingan antara Pancasila dengan Khilafah merupakan perbandingan yang tidak sesuai secara ide, karens Khilafah bukanlah ideologi. Namun, sebuah sistem pemerintahan, adapun Pancasila merupakan ideologi berkembangsaan yang diatur oleh lima poin sila.
"Tidak apple to apple kalau menyandingkan Khilafah dengan Pancasila, bilapun terjadi munculnya Khilafah, tentunya harus ada kerusuhan besar-besaran yang menolak demokrasi, itu pun hanya baru sebatas usul, yang akan disandingkan lagi dengan sistem lain yang sesuai untuk menggantikan demokrasi," jelas Dedi.
https://ift.tt/2OC8sEq
March 31, 2019 at 12:11AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2OC8sEq
via IFTTT
No comments:
Post a Comment