REPUBLIKA.CO.ID, RABAT -- Paus Fransiskus mengatakan masalah imigrasi tidak akan dapat diselesaikan dengan pembatas fisik. Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, menurutnya, dibutuhkan keadilan sosial dan keseimbangan ekonomi dunia.
"Masalah imigran tidak akan pernah selesai dengan meninggikan perbatasan, menciptakan ketakutkan kepada yang lain atau menolak untuk membantu mereka yang sangat ingin mendapatkan kehidupan yang lebih baik bagi dirinya sendiri dan keluarganya," kata Paus Fransiskus di Maroko, Sabtu (30/3).
Dalam beberapa bulan terakhir, masalah imigrasi kembali menjadi berdebatan politik di banyak negara. Di beberapa negara Afrika Utara, Eropa dan Amerika Serikat (AS).
Presiden AS Donald Trump mengatakan ia bersumpah memenuhi janji kampanyenya untuk membangun tembok perbatasan dengan Meksiko. Pada Jumat (29/3), ia mengancam akan menutup perbatasan jika Meksiko tidak menghentikan arus imigran masuk ke AS.
"Kami juga tahu konsilidasi kedamaian yang sesungguhnya datang melalui usaha mendapatkan keadilan sosial, yang mana sangat memerlukan perbaikan keseimbangan ekonomi dan kemelut politik yang memiliki peran utama dalam menciptakan konflik dan mengancam kemanusiaan," kata Paus.
Maroko menjadi gerbang utama imigran Afrika yang ingin mencapai Eropa setelah beberapa rute ditutup dan atau dibatasi. Menteri Dalam Negeri Italia yang anti-imigran telah menutup beberapa pelabuhan yang dipakai organisasi kemanusiaan menyelamatkan kapal-kapal imigran.
Dalam khotbahnya, Paus membela para imigran dan pengungsi. Ia mengatakan khawatir dengan 'nasib buruk' dan para negara yang menerima mereka harus sadar imigran terpaksa meninggalkan rumah mereka karena kemiskinan dan gejolak politik.
Dari bandara menuju pusat kota, Paus Fransiskus dibawa menggunakan mobil Paus. Raja Maroko Mohammed VI yang menggunakan Marcedes 600 Pullman hitam tahun 1969 juga berdiri di samping mobil Paus.
Pada satu titik, ada seorang laki-laki yang berlari ke arah mobil raja, tetapi dihentikan dan ditangkap oleh pengawal raja. Polisi mengatakan laki-laki itu seorang remaja berusia 17 tahun yang ingin meminta bantuan raja karena orang tuanya sakit.
Sepanjang jalan, masyarakat Maroko berdiri di pinggir jalan untuk melihat iringin-iringan mobil Paus dan raja. Setelah sampai tujuan, Paus dan raja mengunjungi institut yang didirikan pada 2015 untuk para calon ustaz dan ustazah.
Hampir 100 persen populasi Maroko adalah Muslim. Mereka memasarkan diri sebagai negara toleran di kawasan yang hancur karena pemberontakan kelompok agama ekstrim.
Maroko menyediakan pendidikan bagi para imam dan ustaz dari Afrika dan Eropa yang mereka sebut sebagai Islam moderat. Paus Fransiskus menjadi paus pertama yang datang ke Maroko sejak 34 tahun yang lalu.
Paus Fransiskus memuji kerajaan Maroko yang menyediakan pendidikan untuk memerangi terorisme. "Menyediakan pelatihan yang baik untuk memerangi segala bentuk ekstrimisme, yang mana sering kali mengarah pada kekerasan dan terorisme, dalam bentuk apa pun melanggar agama dan menentang Tuhan," kata Paus.
Raja Maroko mengatakan satu-satu jalan melawan ekstrimis agama adalah belajar. Menurutnya untuk menangkal radikalisme bukan melalui militer atau keuangan.
"Solusinya hanya satu yaitu pendidikan, apa yang semua teroris miliki bukan agama, tapi justru kedunguan terhadap agama," katanya.
https://ift.tt/2JUN5Q7
March 31, 2019 at 01:46AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2JUN5Q7
via IFTTT
No comments:
Post a Comment