IHRAM.CO.ID, JAKARTA— Terdapat setidaknya ada enam masalah yang berpotensi menjadi pemicu bagi terjadinya krisis dalam penyelenggaraan ibadah haji.
Baca Juga:
Staf Khusus Menteri Agama Bidang Komunikasi dan Informasi Kementerian Agama (Kemenag), Hadi Rahman, mengatakan sebanyak enam kelompokyang berpotensi menjadi krisis masalah yakni perihal peribadatan, pelayanan, pelanggaran, perlindungan dan keselamatan serta peristiwa tidak terduga.
“Umumnya krisis terjadi karena pengabaian terhadap gejalanya. Respons awal sangat menentukan segalanya,” katanya saat menyampaikan materi Pembekalan Terintegrasi Petugas Haji Arab Saudi di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Kamis (25/4).
Dia menjelaskan, untuk masalah peribadatan misalnya jamaah haji tidak miqat, pakai ihram tidak sesuai ketentuan, kurang hitung tawaf-sai, dan haji tamattu’ tak bayar dam. Solusinya yakni penguatan manasik.
Sedangkan untuk pelayanan meliputi minimnya dan penempatan tak pasti, bus mogok dan tidak tepat jadwal, konsumsi terlambat dan menu tak cocok, sakit saat Armina(Arafah, Muzdalifah dan Mina), dan penanganan lama, maka solusinyaadalah diusulkan meningkatkan kecepatan respons.
Sementara untuk kelompokmasalah pelanggaran meliputi disegelnya dapur baladiah, alat disita imigrasi, dan melanggar larangan pemerintah Arab Saudi, solusi dilakukan dengan penanganan proporsional sesuai kasus.
Sementara untuk masalah perlindungan meliputi kriminalitas, kecelakaan lalu lintas, jam larangan, dan terpisah dari rombongan, solusinya dengan pengawasan melekat (waskat), dan sosialisasi intensif.
Menurut dia, untuk keselamatan cenderung pada masalah lift, tangga, lorong, penyalahgunaan fasilitas (sprinkle, kloset, air), pelanggaran aturan hotel (merokok, memasak, setrika, atribut) dan disorientasi, maka solusinya dengan memperkuat panduan bagi jamaah.
Selain itu, kelompok masalah keenam adalah masalah tidak terduga, meliputi kebakaran, badai Arafah, rebutan tenda, jatuhnya crane, tragedi Mina. Solusi yang diterapkan yakni penerapan mitigasi krisis.
“Sejumlah evaluasi dilakukan dalam hal pembinaan ibadah termasuk tentang fikh, tarikh, dan hikmah haji diurai secara mendasar untuk minimalisasi ketidakpahaman jemaah,” katanya.
Selain itu juga memperbaiki infrastruktur untuk merespons perlunya penambahan pasokan listrik, tenda, dan toilet utamanya di Mina.
Pihaknya juga menekankan perlunya upgrade bagi bus-bus angkutan Masyair (Arafah-Muzdalifah- Mina) dan penambahan kuota petugas yang sebanyak 3.500 terbukti belum mampu mengimbangi banyaknya jamaah haji.
Di sisi lain perlunya ruang rawat khusus, screening status jemaah haji, perubahan sistem sewa hotel, memastikan telaah regulasi, mengevaluasi keberadaan tim pemandu haji daerah(TPHD), dan meningkatkan proses sweeping.
“Maka untuk 2019 dilakukan seleksi terpusat petugas haji di Kemenag, manasik petugas, penyesuaian beban kerja, pos stasioner, laporan berbasis IT, SOP manajemen krisis,” katanya.
Selain itu pada 2019 juga kloter berbasis embarkasi, fast track semua embarkasi, hingga penyatuan identitas. Kemudian akan dilakukan zoning akomodasi, AC di Arafah, penomoran tenda, "piloting Fintech", dilakukan pemastian pasokan bahan baku, kualitas dan model koper ditingkatkan, hingga penguatan mobile crisis rescue (MCR), manajemen badal dan safari wukuf.
“Komunikasi antara petugas dengan jamaah diintensifkan melalui aplikasi Haji Pintar yang terintegrasi dengan sistem komputerisasi haji terpadu(siskohat) dan Humas, Data, dan Informasi(HDI),pelayanan terpadu satu pintu (PTSP), dan situation room,” kata Hadi.
Berita Terkait
http://bit.ly/2GxIwqc
April 25, 2019 at 07:30PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2GxIwqc
via IFTTT
No comments:
Post a Comment