REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada akhir 1770-an terjadi ketidakstabilan politik yang di berbagai wilayah. Sekitar 40 kilometer ke arah utara dari laut al-Zubarah, orang Persia dari Bushehr menetapkan gubernur baru mereka di Pulau Bahrain.
Bagi Persia, al-Zubarah merupakan ancaman baru. Permusuhan antara dua kubu ini memuncak dalam pertempuran yang pecah pada 1783. Peperangan dimenangkan 'Utub yang langsung mengambilalih Bahrain. Di antara penduduk al-Zubarah yang pindah ke Bahrain adalah anggota Suku al-Khalifah.
Di luar itu, Inggris merasa terancam dengan Qawasim, sebuah suku yang berbasis di Ras al-Khaimah, terletak di sebelah timur laut al-Zubarah. Suku ini diduga sebagai otak atas serangan bajak laut terhadap kapal-kapal Inggris saat melintasi Teluk, baik menuju atau dari India. Bekerja sama dengan Oman, Inggris ingin menekan suku tersebut.
Pada tahun 1809, kelompok yang bergerak di bawah ulama Muhammed bin Abdul Wah hab bersama Qawasim menduduki al-Zubarah. Bagi Inggris dan Oman, hal ini bagaikan membunuh dua burung dengan satu batu.
Inggris menyerang pelabuhan-pelabuhan milik Qawasim, sementara Oman menyerang al-Zubarah. Kejadian ini berujung pada serangan yang menghancurkan kota tersebut pada 1811. Panik atas serangan itu, warga kota itu memilih hengkang, sementara sebagian besar bangunan hancur.
Lebih dari satu dekade setelah serangan itu, tepatnya pada 1824, Kapten George Bar nes Brucks dari East India Company menyebut kota ini sebagai, "Sebuah kota besar, kini telah hancur. Terletak di sebuah teluk, sebelum dihancurkan, menjadi tempat per dagangan yang cukup besar."
Alan Walmsley, selama tiga dekade meng khususkan diri membahas sisi arkeologi Suriah, Yordania, dan Palestina. Ia menyebut, al-Zubarah tidak menunjukkan tata ruang kota yang rumit. Tatanannya sangat organik dan khas, seperti kota-kota tua dan tradisional di Timur Tengah.
"Banyak hal lebih terorganisir di sini dan menunjukkan ada otoritas pusat yang ber tanggung jawab untuk desain dan konstruksi kota," ujar dia.
Saat ini, banyak benda-benda peninggalan di al-Zubarah yang dipajang di Museum Nasional, Doha. Tak kurang 200 benda pening galan al-Zubarah dikirim untuk dipamerkan di museum yang dibuka pada Desember 2014 ini.
"Al Zubarah adalah tempat dengan inte gritas budaya yang luar biasa. Penemuan-penemuan ini memberi cahaya istimewa pada se jarah, bukan hanya tentang Qatar, melain kan juga seluruh wilayahnya. Dan, kami memiliki hak istimewa untuk menceritakan warisan yang kaya ini kepada dunia," ujar Kepala Arkeolog di Qatar Museum Authority, Faisal al-Naimi.
https://ift.tt/2Y7OKZg
July 30, 2019 at 08:00AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2Y7OKZg
via IFTTT
No comments:
Post a Comment