REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Kepala Korps Kepolisian Perairan dan Udara (Kakor Polairud) Baharkam Polri Irjen Zulkarnain Adinegara menyatakan Brigadir Rangga Tianto terancam hukuman mati. Proses hukum kasus penembakan Bripka Rahmat Effendy hingga tewas dilakukan sesuai pidana umum.
"Saya atasan pelaku. Dia akan diproses sesuai denga hukum yang berlaku," kata Zulkarnain ketika ditemui di rumah duka almarhum Bripka Rahmat Effendi di Depok, Jawa Barat, Jumat (26/7). Saat kejadian, kata dia, Rangga seharusnya tidak boleh membawa senjata karena sedang tidak bertugas.
Penembakan Bripka Rahmat Efendy terjadi di ruang SPK Polsek Cimanggis pada Kamis (25/7) sekitar pukul 20.50 WIB. Awalnya anggota Ditlantas Polda Metro Jaya itu membawa seorang pelaku tawuran, Fahrul Zachrie, ke Polsek Cimanggis dengan barang bukti celurit.
Tidak lama kemudian, orang tua bersama paman Fahrul, Brigadir Rangga, mendatangi polsek dan meminta agar Fahrul dilepas untuk dibina oleh orang tuanya. Namun, Bripka Rahmat menolak dengan menjawab proses hukum sedang berjalan.
Hal itu membuat Brigadir Rangga emosi dan mengeluarkan senjata api jenis HS 9. Rangga langsung menembak ke arah Bripka Rahmat sebanyak tujuh kali yang mengenai bagian dada, leher, paha, dan perut sehingga korban meninggal di tempat.
Zulkarnain mengatakan, ancaman menghilangkan nyawa orang lain berdasarkan pidana umum adalah penjara seumur hidup atau hukuman mati. Hal itu sesuai dengan Pasal 338 KUHP dan Pasal 340 KUHP jika direncanakan. "Kalau etika profesi dia bisa kena pemberhentian tidak dengan hormat alias dipecat," kata dia.
Penggunaan senjata
Kepala Divisi Propam Polri Irjen Listyo Sigit Prabowo mengatakan, Polri akan mendalami proses penerbitan izin senjata Brigadir Rangga. "Proses penerbitan izin senjata akan kami dalami apakah yang bersangkutan memenuhi syarat atau tidak," kata dia.
Saat ini Brigadir Rangga masih menjalani pemeriksaan intensif di Polda Metro Jaya. Listyo memastikan Rangga akan diproses hukum secara pidana dan kode etik. "Selanjutnya diproses pidana dan juga proses kode etik dengan hukuman PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat)," kata dia.
Berkaca pada kasus itu, Listyo meminta agar atasan di kepolisian benar-benar mengawasi jajaran di bawahnya yang diberikan hak memegang senjata. "Bagi yang cenderung emosional, lebih baik dicabut (izin penggunaan senjata). Penggunaan senpi ada standar operasional prosedurnya, harus benar-benar ditaati," kata Listyo.
Sementara itu, komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) unsur pakar kepolisian, Andrea H Poeloengan, mengusulkan setiap polres memiliki psikolog untuk menjaga kesehatan jiwa anggotanya. Pasalnya, bisa jadi Brigadir Rangga memiliki gangguan kejiwaan.
"Bisa jadi pelaku penembakan memiliki ego, gangguan psikis, arogansi abuse of power, tidak dapat mengendalikan emosi, atau yang lainnya yang menjadi faktor penyebab. Makanya perlu didalami dengan pemeriksaan kejiwaan," kata Andrea.
Menurut dia, masalah psikolog itu sudah dibicarakan sejak 2016 tetapi belum ada perkembangan signifikan. Menurut dia, kalau kondisi seperti ini dibiarkan, bukan tidak mungkin penembakan sewenang-wenang seperti di Cimanggis terjadi lagi pada kemudian hari.
Anggota Komisi III DPR, Masinton Pasaribu, juga mengatakan, ada faktor psikologis yang harusnya dipantau berkala oleh Polri. Kasus di Cimanggis, kata dia, bukanlah yang pertama terjadi sehingga penting bagi Polri memperhatikan psikologis personelnya dengan serius. "Seperti pembinaan mental dan psikologi anggota Polri serta tes urine secara rutin," kata Politikus PDI Perjuangan itu.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra mengatakan, setiap anggota yang hendak memegang senjata akan menjalani berbagai prosedur, termasuk psikotes. Polri melakukan penilaian kelayakan seorang personel memegang senjata api. "Termasuk juga catatan personelnya, apakah ada catatan yang mencurigakan terhadap perilaku kesehariannya atau juga ada pelanggaran yang dilakukan sebelumnya," ujar dia.
Setelah tes tersebut, secara reguler selama enam bulan kontrol bagi pemegang senjata juga dilakukan. "Senjatanya dikontrol. Keadaan psikisnya (pemegang senjata) juga di kontrol," kata dia.
Dalam kasus penembakan di Cimanggis, Polri menduga Rangga gagal mengendalikan emosinya. Menurut Asep, psikologis Rangga akan diperiksa kembali sembari proses hukum pidana berjalan. "Termasuk kita akan cek urine lagi nanti, apakah ada latar belakang penyalahgunaan kewenangan ini ada persoalan-persoalan lain di belakangnya," ujar dia. n arif satrio nugroho/flori sidebang/rusdy nurdiansyah/antara ed: ilham tirta
https://ift.tt/2OlIYit
July 27, 2019 at 07:46AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2OlIYit
via IFTTT
No comments:
Post a Comment