Pages

Sunday, August 4, 2019

Duh, Mati Lampu!

Betapa vitalnya pasokan listrik bagi kehidupan zaman now

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Reiny Dwinanda*

Ahad (4/8) kemarin, kami memutuskan untuk keluar rumah, ngadem di pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat. Tentunya, putra semata wayang turut serta.

Dia uring-uringan kegerahan sejak listrik padam menjelang pukul 12.00 WIB. Apalagi, rencana kerja kelompoknya gagal total gara-gara enam sekawan itu tak bisa saling berkomunikasi via telepon, SMS, Line, dan Whatsapp, sementara rumah mereka tak pula berdekatan. Sinyal Telkomsel, XL, dan Indosat tewas di Jatiwaringin, Jakarta Timur. Emergency call only, begitu yang tertera di layar ponsel kami selepas azan Ashar.

Mengingat tak ada informasi kapan listrik akan menyala, kami bawa satu set pakaian untuk berjaga-jaga. Kali saja kami harus menginap di apartemen atau hotel. Bukan adem semata yang dicari, tetapi air untuk berhajat dan mandi. Pasokan air bersih di rumah orang tua sudah tiris soalnya.

Ternyata, beberapa teman juga berpikiran serupa, ingin mengungsi ke hotel. Sebagian dari mereka tak punya cadangan air karena tidak ada toren di rumahnya, sementara aliran air PAM telah terhenti.

Sebagian lain mengaku alasan utam mengeluarkan ratusan ribu untuk membayar kamar hotel ialah anak-anaknya tak tahan gerah. Mereka membayar hotel dengan tarif published rate yang tentunya lebih mahal daripada harga yang ditawarkan di situs penyedia layanan pesan hotel. Tarif promo yang biasanya bertebaran di aplikasi pesan hotel tak bisa dimanfaatkan, lagi-lagi karena kendala sinyal.

Sudah bayar, belum tentu nyaman yang didapat. Salah seorang kawan justru apes karena genset di hotel tak mampu menopang kebutuhan daya.

Di mal, saya mendapati petugas toilet kewalahan dengan banyaknya pengunjung yang kebelet. Apalagi, ada saja pengunjung yang tak bisa ikut menjaga kebersihan toilet.

Sementara itu, persediaan tisu gulung sudah habis. Sang petugas yang masih mampu memberikan senyumnya mengatakan, hari itu mal lebih ramai dari akhir pekan biasanya. Ia menduga, kemungkinan banyak orang yang ngadem di mal.

Itu baru sekelumit cerita yang menggambarkan betapa vitalnya pasokan listrik bagi kehidupan zaman now, terutama warga Ibu Kota. Gangguan layanan PLN seperti membuat warga di daerah terdampak seolah hidup di area yang belum terjamah listrik.

Mengingat luasan area terdampak dan lamanya waktu padam, tak heran jika pelanggan PLN berteriak. Jeritan mereka sampai membuat #matilampu menjadi trending topic di Twitter.

Di tengah candaan satire tentang PLN Pamit, ada banyak orang yang betul-betul merana akibat listrik mati.  Sendi kehidupan moderen goyang dibuatnya.

Betapa tidak, layanan transportasi publik sempat lumpuh. Penumpang Commuter Line, PT KA, dan kereta bandara ikut terimbas oleh padamnya listrik.

Lantas, ada empat kereta Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta terhenti di antara stasiun bawah tanah. Anak saya ikut prihatin mendengar kabar tersebut. Dia memikirkan orang yang klaustrofobia dan difabel di tengah kondisi seperti itu.

Masih di sektor transportasi, pelanggan Gojek dan Grab juga sebagian tak bisa memesan ojek maupun taksi online karena tak ada sinyal ponsel. Sekalinya bisa mengakses aplikasi, tarifnya sedang meroket, demikian keluh Sari, seorang pengunjung mal yang tinggal di Pulo Gebang, Jakarta Timur. Ia pun memilih ikut antre panjang menanti taksi konvensional.

Di jalan, menurut Sari, kekacauan juga terjadi akibat lampu lalu lintas tak berfungsi. Kemacetan di simpang jalan pun tak terelakkan.

Hal yang tak kalah gawat kemarin ialah isi dompet. Sebagian ATM ikutan tewas sehingga orang tak bisa tarik tunai.

Pakai dompet digital? Ah iya, belakangan pemerintah memang telah mendorong gerakan non tunai. Masyarakat pun marak menggunakannya. Namun, apa yang terjadi kemarin?

Sejumlah kedai makanan justru menuliskan “cash only". Mereka hanya bisa melayani transaksi tunai karena tak bisa terhubung dengan layanan Ovo, Gopay, LinkAja, atau Dana. Konsumen yang susah tarik tunai, tak bisa memakai dompet digitalnya, dan tak bisa gesek kartu debet/kredit tentu cuma bisa gigit jari.

Dalam perjalanan pulang, sopir taksi kemarin mengeluh tak bisa isi ulang e-money. Dia kecewa mendapati jawaban petugas pintu tol bahwa sedang ada gangguan layanan top up.

Listrik di Jatiwaringin, Jakarta Timur akhirnya hidup setelah delapan jam. Rasa was was mati lampu masih membayangi. Meski tak sampai 24 jam, pemadaman listrik pada Ahad kemarin berdampak luas, baik pada skala rumah tangga, pengusaha kecil, hingga retail.

Tetangga yang usaha kue rumahan terpaksa membatalkan orderan untuk hari Senin karena tak bisa memakai mikser sejak listrik padam. Ia juga khawatir persediaan aneka makanan bekunya rusak.

Sementara itu, mini market yang biasa buka 24 jam kemarin malam tampak tutup. Entah berapa besar kerugian yang mendera sektor usaha.

PLN perlu memberi penjelasan lebih detail dari gambaran situasi yang telah disampaikannya sejauh ini. Lebih dari itu, harus ada evaluasi jujur menyeluruh terhadap kejadian tersebut. Mengingat listrik termasuk hajat hidup orang banyak, pemerintah harus menjamin ada langkah jitu terhadap pencegahan berulangnya black out, perbaikan layanan, serta pemberian kompensasi yang sepadan.

*Penulis adalah redaktur gaya hidup republika.co.id

Let's block ads! (Why?)


https://ift.tt/2KgxrwJ
August 05, 2019 at 08:06AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2KgxrwJ
via IFTTT

No comments:

Post a Comment