REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh Nurul S Hamami, Wartawan Senior Republika
Perhelatan pemilu serentak 2019 memang telah usai. Namun, jagat politik nasional masih memanas. Menjelang pelantikan anggota DPR RI dan DPD RI periode 2019-2024 pada 1 Oktober mendatang, kasak-kusuk para elite politik makin kencang.
Tujuannya mengincar kursi ketua MPR. Berbeda dengan posisi ketua DPR yang menurut UU MPR/DPR/DPD/DPRD Nomor 2 tahun 2018 (UU MD3) diberikan pada partai politik dengan kursi terbanyak, maka posisi ketua dan para wakil ketua MPR akan dipilih oleh anggota MPR berdasarkan sistem paket.
Sejumlah pimpinan partai mulai mewacanakan untuk merebut jabatan ketua MPR. Seberapa strategiskah jabatan ketua MPR sehingga menjadi incaran para elite politik? Apakah hal itu terkait dengan pencalonan presiden pada Pemilu 2024? Atau sekadar jabatan prestise dengan segala fasilitas yang diperoleh?
Menurut Pasal 2 dan 3 UUD 1945 hasil amandemen, MPR yang terdiri dari anggota DPR dan DPD hasil pemilu, berwenang melantik presiden dan/atau wakil presiden, dan mengubah dan menetapkan undang-undang dasar. MPR juga dapat memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden berdasarkan mekanisme yang diatur dalam UUD 1945.
Berdasarkan amandemen tersebut maka jabatan ketua MPR dipisahkan dari ketua DPR sebagaimana yang berlaku sebelum amandemen UUD 1945. MPR bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. Pengaturan lebih lanjut tentang kelembagaan MPR diatur dalam UU MD3 Nomor 17 Tahun 2014, yang direvisi menjadi UU Nomor 2 Tahun 2018 termasuk soal pemilihan pimpinan MPR.
Sesuai UU MD3 tersebut, Pimpinan MPR terdiri atas satu orang ketua dan empat orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota MPR dalam satu paket yang bersifat tetap. Selanjutnya diatur bahwa bakal calon pimpinan MPR berasal dari fraksi dan/atau kelompok anggota disampaikan di dalam sidang paripurna.
Fraksi merujuk pada anggota DPR yang berasal dari partai politik, sedangkan kelompok anggota merupakan anggota DPD yang bersifat perseorangan. Tiap fraksi dan kelompok anggota dapat mengajukan satu orang bakal calon pimpinan MPR.
Pemilihan Pimpinan MPR dilakukan secara musyawarah mufakat, tetapi jika tidak tercapai maka dipilih dengan pemungutan suara, dan yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pimpinan MPR.
Manuver elite
Banyak pihak yang menduga perilaku elite politik mengincar posisi ketua MPR adalah untuk kepentingan pencalonan pada pemilu presiden tahun 2024. Hal ini bisa dipahami karena pada 2024 kompetisi untuk merebut kursi presiden sangat terbuka lantaran tidak ada calon pejawat (incumbent).
Presiden Joko Widodo pada 20 Oktober tahun ini akan dilantik untuk periode kedua, dan sesuai konstitusi maka presiden maksimal menjabat selama dua periode. Di sisi lain, Kiai Ma’ruf sebagai wapres terpilih memang berpeluang maju sebagai calon presiden berikutnya. Namun, pertimbangan usia tampaknya memperkecil peluang tersebut.
https://ift.tt/33rdMlh
August 12, 2019 at 08:15AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/33rdMlh
via IFTTT
No comments:
Post a Comment