REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang wanita memiliki fitrah untuk menyukai hal-hal yang indah dan cantik. Mereka senang berhias dan memanjakan diri dengan hal-hal yang membuatnya makin terlihat cantik. Salah satu yang biasa dilakukan Muslimah adalah menghias kuku.
Menghias kuku sudah dilakukan oleh wanita sejak dulu. Mereka mulai menghias kuku dengan bahan alami, semisal, inai atau daun pacar kuku. Tapi, seiring berjalannya waktu, banyak industri membuat cat kuku atau kuteks. Seni menghias kuku yang dikenal dengan nail art pun muncul. Dengan berbagai desain dan warna, kuku tampak lebih indah. Penggunaan cat kuku ini memiliki syarat.
Jika pewarna kuku terbuat dari bahan yang bisa menghalangi sampainya air ke kuku maka wudhu atau mandi besar yang dilakukan menjadi tidak sah. Syarat sah wudhu jika tidak ada penghalang sampainya air ke anggota tubuh yang wajib dibasuh.
Dalam QS al-Maidah ayat 6 disebutkan, "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki." Ayat ini berkenaan dengan wudhu yang disyaratkan pada seseorang jika akan menjalankan shalat.
Sifat cat kuku yang menggunakan bahan kimia biasanya menghalangi jalannya air saat bersuci. Umumnya, pewarna kuku menggunakan bahan yang dapat membentuk lapisan kedap air. Dengan begitu, hukum cat kuku tak boleh dipergunakan saat hendak shalat atau berwudhu. Segala sesuatu yang menghalangi jalannya air pada bagian tubuh yang harus disucikan tidak diperkenankan digunakan.
Dalam HR Muslim disebutkan, ada seseorang yang berwudhu lalu dia membiarkan satu kuku di jari kakinya tidak terkena air. Rasulullah SAW memperhatikannya dan menyuruhnya, "Kembali, ulangi wudhumu dengan baik." Orang ini pun mengulangi wudhunya, lalu dia shalat.
Penggunaan cat kuku maupun nail art semata ingin mempercantik diri dan bukan merupakan karateristik atau perbuatan-perbuatan yang dikhususkan dilakukan oleh wanita-wanita kafir. Hukum menggunakannya boleh-boleh saja bagi wanita Muslimah. Asalkan dengan syarat tambahan, yakni dilakukan saat wanita Muslimah sedang haid atau nifas. Jika tidak dalam keadaan semacam itu, ia harus komitmen untuk menghapus cat kuku tersebut agar wudhunya sah.
Dibandingkan cat kuku, inai lebih diperbolehkan digunakan wanita Muslimah kapan pun dan di mana pun. Inai yang memberikan pewarnaan secara alami dan tidak mengubah ketebalan kuku, seperti kuteks. Rasulullah SAW menganjurkan kepada para istri untuk menggunakan pewarna pada tangannya dan juga kuku dengan inai. Warna tangan mereka pun berbeda dengan tangan laki-laki.
Imam Abu Dawud dan Imam Nasa'i melanjutkan hadis yang berasal dari Aisyah ra. Ada seorang wanita menjulurkan tangannya di balik tabir, menyerahkan sebuah surat kepada Nabi. Lalu, Rasulullah SAW menahan tangan beliau sendiri (tidak mengambil suratnya).
Hingga wanita itu bertanya, "Ya Rasulullah, aku ulurkan tanganku untuk menyerahkan surat, mengapa Anda tidak mengambilnya." Nabi berkata, "Aku tidak tahu apakah ini tangan seorang wanita atau tangan lelaki?" Wanita itu pun berkata, "Ini tangan wanita." Nabi bersabda, "Jika engkau benar seorang wanita, tentu engkau akan memberi pewarna pada tanganmu (dengan inai)."
Penggunaan cat kuku atau inai, termasuk perhiasan yang bisa menarik perhatian lawan jenis. Karena itu, Muslimah yang memakai pewarna kuku hendaknya menutupinya dan tidak ditampakkan pada lelaki yang bukan mahram.
https://ift.tt/2OFbtaM
August 03, 2019 at 07:17AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2OFbtaM
via IFTTT
No comments:
Post a Comment