Pages

Saturday, August 17, 2019

Pakar: RUU Keamanan Siber Masih Timbulkan Polemik

RUU Keamanan dan Ketahanan Siber berpotensi tumpang tindih dengan UU lain.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Universitas Udayana, Jimmy Zeravianus Usfunan menyarankan DPR untuk mengkaji kembali RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (Kamtansiber). Menurutnya, RUU itu belum bisa disahkan jika masih terdapat pasal-pasal yang menimbulkan polemik di masyarakat.

“RUU yang masih menimbulkan polemik perlu dikaji secara mendalam agar sinkron dengan kebijakan lain. Jangan terkesan membuat satu RUU dengan hanya dikejar-kejar waktu, tapi substansinya tidak sesuai kebutuhan,” kata Jimmy di Jakarta, Sabtu (17/8).

Dia melanjutkan, RUU tersebut berpotensi tumpang tindih dengan aturan lain. Jimmy menuturkan, sebuah RUU tidak boleh lepas dari peran serta masyarakat.

Ia meminta DPR tidak boleh sepihak untuk mengesahkan RUU yang diinisiasinya. Tak hanya itu, ia mengingatkan DPR tidak sekedar melakukan formalitas dalam rangka melibatkan masyarakat dalam merumuskan UU.

"Kalau seandainya masyarakat, lalu kemudian akademisi melihat masih banyak hal-hal yang belum pas di dalam satu RUU ini, mau tidak mau harus diikuti," katanya.

Jimmy juga mengingatkan, DPR untuk melaksanakan pesan yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam pidato kenegaraan di depan Sidang Tahunan MPR RI, Jumat (16/8). Dalam pidatonya, Jokowi berharap DPR dan pemerintah bekerja sama mereformasi Undang-Undang (UU) yang menghambat atau mempersulit masyarakat.

Jokowi tidak ingin ada UU yang tumpang-tindih sehingga menghambat kemajuan Indonesia. Jokowi mengatakan, UU yang menyulitkan rakyat harus dibongkar.

Menurut Jimmy, bila RUU Kamtansiber tetap dipaksakan untuk disahkan akan terjadi keributan antarkementerian/lembaga atau aparat penegak hukum, karena tumpang tindih aturan itu. "Inilah yang kita di satu sisi ingin efektivitas pemerintahan tapi di satu sisi keadaan ketidaksingkronan aturan membuat tidak efektif. Jadi kalau ada polemik perlu ada kajian mendalam dari semua pihak," katanya.

Solusi untuk mengatasi tumpang tindih itu, kata Jimmy adalah membentuk pusat legislasi nasional. Ia menilai, langkah itu itu bisa meniadakan tafsiran parsial terhadap UU atau kebijakan yang selama ini tumpang tindih.

RUU Kamtansiber menuai polemik di masyarakat. Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Ardi Sutedja sebelumnya mendesak DPR menunda pengesahan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber.

Ia mengatakan tidak ada urgensi yang membuat RUU tersebut harus disahkan segera. Dia mengatakan, tidak ada kegentingan atau kegawatan nasional hingga RUU itu segera disahkan.

Ardi menyebut RUU Kamtansiber hanya merefleksikan kondisi yang mungkin terjadi pada 2013-2014 sebagimana yang ada di dalam draft RUU. Padahal, ia mengatakan saat ini ancaman sudah berbeda dengan ketika RUU itu dirancang.

Sebelumnya, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI Bambang Soesatyo mengatakan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber, yang dinisiasi oleh DPR diharapkan bisa selesai akhir September 2019. Sehingga, bisa segera melindungi kedaulatan Indonesia di ranah siber dan menjaga kepentingan publik dari segala risiko gangguan siber.

"Penyusunan substansi materi dan muatan teknis RUU ke depannya juga sudah memperoleh masukan dari berbagai pihak, para stakeholder, termasuk dari BSSN sendiri," kata Bamsoet seraya menambahkan sejauh ini seluruh fraksi di DPR telah setuju.

Bamsoet mengatakan, setidaknya ada lima hal utama yang diatur dalam RUU itu, yakni terkait keamanan data, aplikasi, pengguna akhir (end point), jaringan, dan perimeter. "Sekarang tinggal kita menunggu penyelesaiannya pembahasan di alat kelengkapan dewan dalam hal ini di Baleg (Badan Legislasi)," ujarnya.

Let's block ads! (Why?)


https://ift.tt/2THNve8
August 18, 2019 at 07:09AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2THNve8
via IFTTT

No comments:

Post a Comment