Pages

Monday, September 30, 2019

Marak Aksi Pelajar, Aparat dan Pihak Sekolah Kompak Mencegah

Pihak sekolah di Jawa Barat melakukan langkah preventif agar pelajar tidak berdemonst

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bayu Adji P

Aparat kepolisian bersama pihak sekolah bersepakat, tak ada pelajar dari Priangan Timur yang pergi ke Jakarta atau Bandung untuk melakukan aksi. Sementara di wilayah itu pun terpantau tidak ada aksi yang dilakukan mahasiswa atau pelajar. Aksi hanya terpusat di kota-kota besar seperti Jakarta, Yogyakarta, dan Bandung.

Seruan aksi memang menyebar melalui sosial media. Berdasarkan pantauan Republika, seruan itu hadir melalaui pesan berantai di aplikasi Whatsapp dengan poster dengan tagar #ReformasiDikorupsi dengan tujuan utama gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta.

Karena itu, pihak sekolah melakukan langkah preventif menahan pelajar di sekolah hingga sore hari dengan berbagai kegiatan. Bahkan, di Garut dan Tasikmalaya, polisi turun langsung menjadi pembina upacara di sekolah.

Kapolres Tasikmalaya Kota AKBP Anom Karibianto telah menginstruksikan anggotanya menghadiri upacara Senin di sekolah-sekolah, salah satunya di SMA Negeri 2 Tasikmalaya. Dalam kegiatan itu, Kabag Sumda Polres Tasikmalaya Kota bertugas pembina upacara bendera.

Kepada para siswa, disampaikan arahan Kapolda Jawa Barat kepada para pelajar agar tidak terprovokasi oleh oknum-oknum yang ingin memecah belah bangsa. "Tugas seorang pelajar yaitu belajar dengan sungguh-sungguh agar menjadi generasi penerus bangsa yang maju dan unggul," kata dia, Senin (30/9).

Kegiatan itu juga dilanjutkan dengan Deklarasi Pelajar. Intinya, para pelajar diimbau untuk tidak melakukan aksi dan menjaga kondusivitas.

Sebelumnya, para pelajar di Tasikmalaya memang sempat tertangkap pada saat hendak melakukan aksi pada Kamis (25/9). Sedikitnya, 18 pelajar SMA diamankan lantaran diduga sedang merencanakan dan akan turun aksi penolakan RUU KPK dan RKUHP ke DPRD Kabupaten Ciamis.

Kepala Satuan Reserse dan Kriminial (Kasat Reskrim) Polres Tasikmalaya Kota, AKP Dadang Sudiantoro menyebutkan, para pelajar itu diamankan polisi sekitar pukul 11.00 WIB di bekas Terminal Cilembang. "Pada saat diamankan, mereka sedang merencanakan keberangkatan. Pada saat diamankan mereka tidak membawa apa apa, hanya rencananya akan menggunakan sepedah motor," kata dia.

Namun, sebelum melakukan aksinya, pelajar terlebih dahulu diamankan polisi. Menindaklanjuti hal itu, polisi telah memanggil orang tua. Mereka diimbau untuk mengawasi anaknya agar tidak melakukan aksi yang dapat mengganggu ketertiban umum.

Sementara itu, Kapolres Ciamis AKBP Bismo Teguh Prakoso mengatakan, pada Kamis pagi polisi dibantu oleh TNI dan dinas pendidikan sudah keliling sekolah. Dalam kunjungan itu, aparat mengingatkan kembali tugas pokok pelajar, yaitu belajar. Hal itu juga dilakukan untuk memgantisipasi adanya pelajar yang berangkat aksi ke Jakarta.

Ia menyebutkan, usianya para pelajar umumnya masih di bawah umur. Artinya, para pelajar harus masih mendapatkan pengawasan orang tua, guru, dan masyarakat.

"Tugas utama mereka belajar supaya berprestasi. Adalah kewajiban kita bersama mengantarkan mereka menuju cita-citanya," kata dia.

Bismo khawatir jika para pelajar dibiarkan melakukan aksi, mereka akan mudah terprovokasi ajakan pihak yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, adanya aksi itu takutnya dapat mengancam keselamatan mereka.

"Insya Allah sekarang tidak ada yang berangkat ke Jakarta. Di Ciamis juga kondusif," kata dia.

Aksi pelajar ikut serta dalam demonstrasi justru terjadi Kabupaten Garut pada Kamis. Para pelajar bergabung dengan mahasiswa yang melakukan aksi di DPRD Kabupaten Garut.

Bupati Garut Rudy Gunawan adanya pelajar SMA dalam demonstrasi. Menurut dia, pelajar seharusnya fokus belajar, tak perlu memikirkan politik.

"Soal yang kemarin, pemerintah juga sudah melakukan langkah yang aspiratif. Dewan juga sudah menghentikan RKUHP," kata dia di Pangandaran kepada Republika, Kamis.

Rudy khawatir, kehadiran pelajar dalam aksi dimanfaatkan atau dipolitisasi oleh pihak-pihak tertentu. Apalagi, rata-rata status para pelajar masih di bawah umur.

Namun pada Senin, aksi turun ke jalan para pelajar di Kabupaten Garut dipastikan tak akan kembali terjadi. Pihak sekolah sudah menjamin para siswa untuk kembali fokus belajar.

Kapolres Garut AKBP Dede Yudi Ferdiansah mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan setiap sekolah untuk membina para siswanya. Ia menyebut, saat ini situasi di Garut dalam keadaan kondusif.

"Selain pembinaan ke sekolah, kami juga panggil orang tua siswa agar diarahkan secara persuasif. Bagaimana pun mereka itu anak-anak kita," ujar kata dia.

Ia pun mengajak para pelajar SMA/SMK untuk kembali menggiatkan proses belajar. Jangan sampai kata dia, kegiatan belajar terganggu seperti aksi pada pekan lalu.

"Makanya kami silaturahmi ke guru dan siswa. Ajak para siswa untuk fokus belajar lagi," ucapnya.

Dandim 0611/Garut, Letkol Inf Erwin Agung juga meminta para siswa untuk tak mengorbankan pelajarannya hanya untuk melakukan aksi. Apalagi, lanjut dia, masa SMA/SMK merupakan fondasi bangsa untuk masa depan.

"Saat kegiatan (demontrasi) kemarin itu ada ujian. Kan itu teganggu karena ada yang ikut aksi," kata dia.

Ketua MKKS SMK yang juga Kepala SMKN 1 Garut, Dadang Johar Aripin, mengatakan, aksi para pelajar pada pekan lalu berawal dari informasi di media sosial. Ajakan tersebut diyakini bukan berasal dari anak sekolah.

Menuriut dia, ada pihak-pihak yang sengaja menggerekan pelajar untuk ikut aksi. "Kami sekarang preventif dan imbau anak-anak tak turun ke jalan," kata dia.

Dadang yang melakukan pengecekan ke lokasi ketika demontrasi terjadi, adanya pelajar yang terlibat dikarenakan kurangnya koordinasi dari pihak sekolah. Apalagi saat itu para siswa baru selesai UTS.

Namun, ia menjamin saat ini tak akan ada pelajar yang melakukan demontrasi. Menurut dia, situasi di Kabupaten Garut saat ini sudah kondusif.

"Kami sepakat tak akan ada lagi siswa yang turun ke jalan," ujarnya.

Berdasarkan Kantor Cabang Dinas (KCD) wilayah XI Garut, tidak ada pelajar yang berangkat aksi ke Jakarta atau melakukan aksi di wilayahnya masing-masing, setidaknya di Priangan Timur. Menurut Kepala KCD wilayah XI Garut Asep Sudarsono, tak ada sekolah yang merasa kehilangan siswanya.

"Paling terjadi itu hari Kamis di DPRD Kabupaten. Ada 42 orang pelajar yang ikut aksi," kata dia saat dihubungi.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengapresiasi dinas pendidikan dan polisi yang berusaha mencegah pergerakan aksi massa pelajar untuk ikut demonstrasi. Komisioner KPAI Retno Listyarti menilai, imbauan Mendikbud entang pencegahan keterlibatan peserta didik dalam aksi unjuk rasa telah direspon baik oleh dinas pendidikan, di antaranya Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat.

Bahkan, sejumlah kepala dinas pendidikan kota/kabupaten juga, salah satunya Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis. Menurut dia, tim gabungan yang terdiri dari pihak sekolah, polisi dan TNI, di kabupaten Ciamis terbukti berhasil mencegah massa pelajar ke Jakarta untuk aksi di DPR.

Tim gabungan menggelar patroli di jalanan perkotaan cegah pelajar Ciamis ikut aksi. Surat imbauan Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis juga sudah disampaikan kepada seluruh kepala sekolah. Patroli itu dinilai berhasil mencegah massa pelajar berangkat ke Jakarta.

KPAI memantau, pergerakan massa pelajar terlihat di stasiun Manggarai dengan pergerakan massa pelajar  terlihat dalam kelompok kecil, tapi berjumlah banyak. Dari percakapan anak-anak tersebut, kata dia, mereka ada berasal dari Bekasi, Depok, juga Citayam.

Pergerakan pelajar itu terus dibuntuti hingga Stasiun Palmerah. Massa pelajar yang melihat banyaknya petugas akhirnya kembali naik kereta lagi menuju Stasiun Karet. Dari itu, sebagian massa pelajar berjalan kaki menuju gedung DPR.

"Para pelajar yang akan aksi nampaknya mempelajari situasi karena tahu akan dihentikan aparat. Para pelajar tersebut juga menunjukkan sikap menutup diri," kata dia, dalam keterangan resmi yang diterima Republika.

Meski begitu, KPAI menolak sikap sekolah jika memberik sanksi pada siswanya yang melakukan aksi. Retno menegaskan, anak bisa salah tapi harus diberi kesempatan memperbaiki diri.

"Memberikan sanksi mengeluarkan dari sekolah berpotensi anak kehilangan hak atas pendidikan karena sekolah lain kemungkinan jg menolak anak tersebut. Kelanjutan pendidikannya bisa berhenti," kata dia.

Menurut dia, masa depan anak masih panjang. Artinya, harus diberi kesempatan bagi memperbaiki diri. Sekolah tidak boleh mengeluarkan anak yang ikut aksi demo.

"Hak atas pendidikan adalah hak dasar yang harus dipenuhi negara dalam keadaan apapun," tegas dia.

Tim Advokasi untuk Demokrasi mengecam kepolisian dan sekolah yang melakukan pelarangan dan penghalangan aksi. Tim itu memantau dan menerima pengaduan terkait tindakan berupa penghalangan massa aksi untuk menyampaikan pendapat di DPR dihalangi

Tindakan lainnya, juga melakukan sweeping di kereta terhadap mahasiswa atau pelajar yang dicurigai akan mengikuti aksi. Bahkan, melakukan razia di stasiun dan memeriksa KTP orang-orang yang dicurigai akan mengikuti aksi.

"Bahkan, pelajar ditangkap sebelum mengikuti aksi dan membawa ke kantor polisi untuk dites urin, juga memaksa pelajar menandatangani pernyataan untuk tidak mengikuti aksi," kata perwakilan Tim Advokasi untuk Demokrasi, Nelson, saat dikonfirmasi.

Ia menegaskan, berkumpul dan menyampaikan pendapat secara damai adalah hak asasi yang dijamin Konstitusi dan Undang-Undang. Minimnya ruang partisipasi bagi publik dan buruknya komunikasi publik DPR dan pemerintah dalam hal penyusunan legislasi merupakan penyebab banyaknya elemen masyarakat turun ke jalan.

Tim Advokasi untuk Demokrasi mengajak seluruh pihak untuk menghindari cara-cara kekerasan, terutama aparat yang bertindak di luar standar prosedur penanganan. "Setiap orang yang melakukan kekerasan dapat dihukum, tidak terkecuali aparat," kata dia.

Let's block ads! (Why?)


https://ift.tt/2nfeEsV
October 01, 2019 at 08:08AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2nfeEsV
via IFTTT

No comments:

Post a Comment