Pages

Wednesday, October 2, 2019

Warga Asli Wamena: Hanya Sayur Ini yang Bisa Kami Bantu

Warga pendatang diharap tetap berada di Papua dan kembali membangun perekonomian.

REPUBLIKA.CO.ID, Simpati dan uluran tangan terus mengalir untuk para pengungsi kerusuhan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua. Tak hanya dari berbagai wilayah di Indonesia, warga setempat juga memberikan bantuan bagi para pengungsi.

Pada Rabu (2/10), sejumlah warga asli Kabupaten Jayawijaya memberikan bantuan sayur-mayur untuk para pengungsi yang ada di pusat ibu kota kabupaten, Wamena. Kepala Distrik Walelagama, Karlos Elosak, bersama perwakilan kepala kampung di Wamena mengantarkan sayur-mayur itu ke dapur umum yang dibangun pemerintah di gedung Ukumiarek Asso."Hari ini saya bawa datang untuk menyumbangkan. Sayur-mayur ini hasil bumi dari masyarakat," kata Karlos Elosak.

Masyarakat Walelagama mengharapkan sayur-mayur yang kebanyakan berupa umbi-umbian itu dimanfaatkan untuk meringankan beban korban kerusuhan Wamena pada Senin, (23/9). "Kami masyarakat di kampung-kampung hanya punya sayur-mayur sehingga hanya itu yang bisa kami bantu. Ikhlas dari masyarakat," kata dia.

Selain memberikan bantuan ke dapur umum, bantuan masyarakat dari enam kampung itu diberikan juga ke beberapa titik pengungsian. Warga Distrik Walelagama mengharapkan situasi di pusat ibu kota Kabupaten Jayawijaya kembali normal seperti biasa."Semoga Wamena kembali normal seperti semula. Kami di Walelagama aman dari kerusuhan Senin (23/9). Dan kemarin juga kami sudah canangkan distrik kami aman," katanya.

Penjabat Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jayawijaya Ernawati Tappi mengatakan, bantuan sayur-mayur dari masyarakat bukan saja dari distrik Walelagama, melainkan juga dari distrik lainnya di Jayawijaya. "Sampai Selasa (1/10) sore, ada bantuan dari masyarakat dari distrik-distrik lain yang diantar ke posko. Bantuan berasal dari sekitar delapan distrik," kata dia.

Kerusuhan di Wamena terjadi menyusul kabar ucapan rasial yang diutarakan seorang guru di wilayah tersebut. Komnas HAM menyatakan, ucapan rasial itu sedianya hanya salah paham, warga Wamena juga sudah memaklumi.

Kendati demikian, pada Senin (23/9), massa melakukan aksi menuntut proses hukum terhadap guru tersebut. Mereka kemudian melakukan pembakaran, penjarahan, dan pembunuhan. Sedikitnya 33 warga meninggal dalam kejadian itu. Kebanyakan yang menjadi korban adalah warga pendatang serta beberapa penduduk asli Papua.

Saksi mata yang diwawancarai Republika menyatakan, para pelaku penyerangan bukanlah warga Wamena yang mereka kenal. Warga asli Wamena justru melakukan sejumlah upaya penyelamatan terhadap para pendatang. Sejauh ini, kepolisian telah menetakan tujuh tersangka yang seluruhnya berasal dari luar Wamena.

Gubernur Papua Lukas Enembe menyebut saat ini ada sekitar 5.000 lebih warga mengungsi di Wamena pascatragedi kemanusiaan pekan lalu. Pengungsi ditampung di di Markas Komando Distrik Militer 1702 Jayawijaya dan Markas Polisi Resor Jayawijaya di Wamena.

Menurut Enembe, pengungsi tidak hanya warga pendatang yang toko dan rumahnya hangus dibakar perusuh, tetapi juga warga asli Papua dari kabupaten-kabupaten lain di sekitar Wamena. "Pengungsi terus berdatangan ke Wamena dari kabupaten-kabupaten sekitar. Ada dari Yalimo, Tolikara, Yahukimo, Jayawijaya, Nduga, Membramo Raya, dan Membramo Tengah," kata Enembe kepada wartawan, Selasa (1/10) malam.

Pengungsi yang berasal dari luar Wamena dan luar Papua kata Enembe sudah ada yang pulang dan akan pulang ke kampung halaman masing-masing untuk mencari tempat aman. Pemprov Papua, menurut Enembe, sudah menjamin keamanan di Wamena. Ia menjamin tidak akan ada lagi aksi brutal seperti pekan lalu di Wamena.

Enembe menyebut pemerintah telah menyiapkan personel TNI dan Polri untuk menjaga keamanan. TNI Polri telah menempatkan 30 personel di tiap pintu masuk kota dan pos-pos tertentu yang diprediksi rawan. "Tidak usah takut dengan keadaan ini. Jangan Anda pulang. Kecuali ada yang sakit atau bermasalah, baru sebaiknya bergeser ke Kabupaten Jayapura," ujar Enembe.

Enembe menyebut Pemprov Papua terus menyalurkan bantuan berupa makanan dan minuman kepada para pengungsi dan korban. Pemprov juga memberikan bantuan medis untuk perawatan korban luka. Tenaga medis ini ada dari dokter, perawat, dan fasilitas obat-obatan lainnya. Dinas Sosial, kata Enembe, juga telah membangun posko-posko untuk melayani pengungsi termasuk untuk kebutuhan ibu dan anak.

Bangun ekonomi

Ia memahami, saat ini ada banyak warga dari provinsi lain yang melakukan eksodus keluar dari Papua karena trauma pascatragedi Wamena. Namun, ia berharap warga pendatang tetap berada di Papua dan kembali membangun perekonomian. "Jangan tinggalkan Papua, semua orang asal Sumbar di Tanah Papua tidak boleh pergi. Bangun kembali toko agar ekonomi di Papua bisa tumbuh kembali,” kata Enembe.

Gubernur Papua yang juga putra asli pegunungan tengah Papua itu menyampaikan permintaan maaf kepada semua warga pendatang, utamanya warga Sumatra Barat karena telah gagal memberikan perlindungan saat kejadian di Wamena pekan lalu. Terlebih beberapa tahun lalu warga Sumbar memberinya gelar adat Sutan Rajo Panglimo Gadang.

"Percuma saya pakai gelar Sutan Rajo Panglimo Gadang tapi tidak mampu menjaga (masyarakat asal Sumatra Barat) dari peristiwa yang terjadi di Wamena. Saya atas nama pribadi dan atas nama Pemprov Papua memohon maaf kepada masyakarat Sumatra Barat," ujar Enembe.

Kepada warga Minang dan warga pendatang lain yang sudah melakukan perjalanan pulang ke daerah asal, Enembe berharap suatu saat mereka akan kembali ke Papua. Ia berjanji, warga Papua akan selalu dengan tangan terbuka menyambut warga pendatang.

"Kita adalah saudara, jadi saya berharap kepada orang Sumatra Barat di Papua, inilah negeri kalian, besertaku dalam keadaan ini. Anda tetap warga negara Indonesia, baik yang sekarang tinggal di Jayapura maupun Wamena,” kata Enembe menambahkan.

Jajaran Pangkalan Angkatan Udara (Lanud) Silas Papare juga mencatat, jumlah pengungsi yang dievakuasi menggunakan pesawat Hercules dari Wamena ke Jayapura mencapai 6.520 orang per 1 Oktober 2019. Komandan Lanud Silas Papare Marsma TNI Tri Bowo Budi Santoso mengatakan, pihaknya menggunakan empat pesawat Hercules mengangkut pengungsi dengan total 10 sorti.

Dari jumlah itu, delapan sorti kembali ke Silas Papare dan dua sorti ke Merauke dan Timika. "Sedangkan, untuk Rabu ini, ada pesawat yang membawa bantuan dari Presiden menggunakan A1320, di mana ketika pulang juga membawa pengungsi," katanya.

Menurut Danlanud, jumlah pengungsi makin bertambah. Namun, tidak ada kendala yang berarti. "Pengungsi lebih mementingkan untuk bagaimana bisa pulang ke daerahnya masing-masing," ujarnya.

Oleh sebab itu, setelah menggelar pertemuan dengan pihak bandara, pihaknya memutuskan untuk mengimbau atau menyarankan kepada maskapai penerbangan yang menuju ke wilayah barat, seperti Makassar, Pulau Jawa, atau Jakarta, agar dapat membantu.

"Jadi, misalnya kapasitas tempat duduk mencapai 120 dan penumpangnya hanya 80-100 orang, maka sisanya bisa diisi oleh para pengungsi," katanya lagi. Dia mengharapkan agar pimpinan masing-masing penerbangan di Jayapura dapat menyampaikan hal ini kepada pimpinannya di Jakarta mengenai kebijakan yang akan diambil kaitannya dengan bantuan bagi para pengungsi tersebut. n antara/febrian fachri ed: fitriyan zamzami

Let's block ads! (Why?)


https://ift.tt/2oGswNm
October 03, 2019 at 07:25AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2oGswNm
via IFTTT

No comments:

Post a Comment