REPUBLIKA.CO.ID, BOSTON -- Tim ilmuwan mempertimbangkan penggunaan hormon oksitosin sebagai cara menangkal obesitas. Sebuah studi menunjukkan bahwa oksitosin bisa membuat seseorang merasa kenyang dan mengurangi makan berlebih.
Profesor kedokteran di Harvard Medical School, Elizabeth Lawson, melangsungkan studi bersama timnya. Dia dan rekan-rekannya menunjukkan gambar makanan berkalori tinggi kepada 10 pria yang kelebihan berat badan serta obesitas.
Mereka menemukan, daerah otak yang terkait dengan kesenangan menyala ketika para pria melihat gambar makanan. Pemberian oksitosin dalam dosis tertentu melemahkan aktivitas di daerah tersebut dan juga mengurangi aktivitas di area sekitarnya.
Namun, oksitosin tidak memiliki efek ketika pria melihat gambar makanan rendah kalori atau barang-barang rumah tangga. Hasil penelitian telah dipresentasikan bulan lalu di pertemuan tahunan Endocrine Society, Endo 2019.
"Bagian dari alasan epidemi obesitas adalah bahwa orang makan ketika mereka tidak lapar," kata Lawson, seperti dikutip dari laman The Atlantic.
Itu hanya salah satu potensi oksitosin sebagai pengobatan obesitas. Sebelumnya, Lawson dan koleganya menemukan bahwa hormon itu meningkatkan sensitivitas insulin dan mendorong tubuh untuk menggunakan lemak sebagai bahan bakar.
Penelitian Lawson lainnya telah menunjukkan bahwa oksitosin mengurangi aktivasi di hipotalamus. Area otak tersebut mengendalikan rasa lapar dan meningkatkan aktivasi di area otak yang terkait dengan kontrol impuls.
Gabungan hasilnya menunjukkan bahwa oksitosin menekan keinginan makan serta mengurangi dorongan makan bukan karena lapar. Namun, Lawson mengingatkan bahwa studi lanjutan masih harus dilakukan karena ukuran sampel peserta sangat sedikit.
Penelitian lanjutan juga perlu diperluas untuk para perempuan. Cara Lawson memberikan oksitosin adalah memasukkannya ke dalam semprotan hidung dan mencoba menembakkannya langsung ke otak. Masih belum jelas apakah aplikasi itu efektif bagi semua orang.
"Mekanisme di balik efek oksitosin pada perilaku makan dan metabolisme perlu diklarifikasi, dan keamanan penggunaan hormon jangka panjang perlu ditetapkan," ungkap pakar neuroendokrinologi di Massachusetts General Hospital itu.
Saat ini, hampir 40 persen orang dewasa di Amerika mengalami obesitas. Dalam waktu lima atau 10 tahun, kondisi itu diprediksi menjadi penyebab utama kanker, menggantikan kebiasaan merokok yang kini merupakan penyebab utama.
http://bit.ly/2K8F0FX
May 28, 2019 at 03:15PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2K8F0FX
via IFTTT
No comments:
Post a Comment