REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika itu, awan masih menyelimuti kota suci, Madinah. Padahal, waktu sudah hampir masuk jam waktu makan siang. Tidak adanya sinar matahari membuat anak-anak di kota itu semangat bermain di luar rumah besama teman-teman sebayanya.
Masing-masing dari mereka memainkan mainan yang diberikan orang tuanya yang dibeli dari pasar dekat di rumahnya. Tapi, hanya anak dari Khalifah Umar bin Khatab yang memegang uang perunggu, tak seperti anak-anak lainnya.
Melihat pemandangan kontras itu, Umar yang semula tersenyum melihat kebahagian anak-anak yang sedang bermain, tiba-tiba berubah. Mimik muka Umar seakan heran dan bertanya-tanya dari mana uang yang didapat oleh putranya itu.
Karena merasa tidak pernah memberinya, Umar mendekat dan duduk berhadap-hadapan dengan anaknya. Lalu, ia bertanya, "Dari mana kamu peroleh uang itu?"
Mendengar suara yang lembut, putra Umar menjawabnya dengan singkat. "Dari Abu Musa al-Asy'ari," jawab sang anak seraya menyerahkan uang tersebut kepadanya.
Ketika itu, Abu Musa sedang menjabat posisi sebagai kepala baitul mal yang berfungsi pula sebagai lembaga perbendaharaan negara. Bergegas, Umar mendatangi Abu Musa dan meminta penjelasan.
"Betulkah engkau memberi anakku sekeping uang perunggu?" desak Umar.
"Benar, Amirul Mukminin," jawab Abu Musa agak berdebar-debar. Abu Musa mulai merasa hal yang dilakukannya salah.
http://bit.ly/2K9mxZS
May 28, 2019 at 02:41PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2K9mxZS
via IFTTT
No comments:
Post a Comment