Pages

Sunday, August 11, 2019

Impor Rektor Dinilai Belum Siap

Dunia pendidikan di Indonesia harus belajar dari sepak bola nasional.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pemerintah untuk mendatangkan rektor dari luar negeri dinilai belum siap. Ketidaksiapan tersebut ditunjukkan dengan perbedaan argumentasi terkait dasar mengimpor rektor. Pemerintah pun diminta mengkaji ulang wacana ini sebelum akhirnya dieksekusi.

Guru besar Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan, beberapa pejabat alasannya tak sama terkait impor rektor. Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko, kata Hikmahanto, mengatakan, tujuan mendatangkan rektor asing tak lain untuk membangun iklim kompetitif di setiap perguruan tinggi di Indonesia.

Menurut Hikmahanto, alasan ini sangat berbeda dengan apa yang disebut Presiden Joko Widodo di Istana Bogor beberapa waktu lalu. Triawan, kata Hikmahanto, menyebut, alasan mendatangkan rektor asing untuk meningkatkan peringkat universitas negeri di Indonesia menjadi 100 besar dunia.

“Bila setiap pejabat mempunyai suaranya sendiri, hal ini menandakan pemerintah sebenarnya belum siap dengan kebijakan mendatangkan rektor asal luar negeri meski menurut Menristekdikti hal ini sudah diungkap oleh Presiden pada tahun 2016 lalu,” kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Ahad (11/8).

Hikmahanto merasa janggal dengan pernyataan Moeldoko yang menyampaikan, mendatangkan rektor asing akan diberlakukan di universitas swasta. Sebab, pemerintah tidak memiliki suara di universitas swasta dalam proses pencalonan rektor.

Di universitas swasta, kata dua, pihak akhir yang menentukan siapa yang akan menjadi rektor adalah yayasan. “Menjadi pertanyaan, bukankah presiden menghendaki agar universitas negeri yang masuk 100 besar dunia?” ujar dia.

Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir enggan menanggapi penilaian negatif dari beberapa pihak terkait rencana impor rektor. Dia hanya menjanjikan akan menjawab semua keraguan banyak pihak pada Kamis (15/8). “Tanggal 15 Agustus 2019 sore, ya. Saya masih di luar negeri,” kata Nasir saat dihubungi Republika.

Nasir sebelumnya menyatakan, ide mendatangkan rektor asing berangkat dari lambatnya perbaikan kualitas perguruan tinggi di Indonesia. Dia ingin mengimpor rektor dari luar negeri agar sistem pendidikan di sebuah kampus bertransformasi secara signifikan dan berimbas pada perbaikan peringkat perguruan tinggi skala global.

Pada prinsipnya, Nasir mengaku ingin menantang para rektor di Tanah Air untuk melakukan inovasi pendidikan. Perguruan tinggi juga diminta gencar melakukan kolaborasi dengan kampus global, termasuk dalam hal penerbitan publikasi ilmiah. Nasir ingin para rektor di dalam negeri juga memiliki target terkait perbaikan peringkat kampus.

Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Ahmad Atang, mengatakan, wacana merekrut rektor asing bukan jawaban terhadap upaya meningkatkan sumber daya manusia (SDM) di negeri ini. Menurut dia, rektor bukan penentu kualitas pendidikan, tapi banyak instrumen yang terlibat, seperti dosen, mahasiswa, sarana dan prasarana penunjang serta budaya akademik.

Dia mengatakan, sebagai sebuah lembaga pendidikan tinggi, kewenangan rektor dibatasi oleh periodisasi sesuai statuta perguruan tinggi. Dunia pendidikan di Indonesia, kata dia, harus belajar dari sepak bola, yakni PSSI yang mendatangkan pelatih asing dengan tujuan mendongkrak prestasi sepak bola nasional, justru prestasinya semakin terpuruk.

Menurut Atang, jika ingin meningkatkan kualitas akademik, bukan transfer rektor jawabannya. Yang lebih tepat, kata dia, adalah transfer dosen asing karena dosen akan beraudiensi dengan mahasiswa dalam proses membagi ilmu. Karena itu, kata Atang, gagasan pemerintah untuk merekrut rektor asing perlu dipikir ulang.

n rr laeny sulistyawati/antara ed: mas alamil huda

Let's block ads! (Why?)


https://ift.tt/2ON8xJg
August 12, 2019 at 07:57AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2ON8xJg
via IFTTT

No comments:

Post a Comment