Pages

Monday, August 12, 2019

Warga Kashmir Shalat Idul Adha dengan Penjagaan Ketat

Qureshi desak internasional perhatikan kekejaman India dan pelanggaran HAM di Kashmir

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Pemerintah Pakistan menyerukan agar Idul Adha dirayakan pada Senin (12/8) secara sederhana pada tahun ini untuk mengekspresikan solidaritas dengan warga Kashmir. Warga Pakistan berkumpul di masjid-masjid untuk melaksanakan shalat Idul Adha sekaligus memanjatkan doa bagi warga Kashmir.

Pada Senin, Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mahmood Qureshi dan pemimpin oposisi Bilawal Bhutto Zardari melakukan perjalanan ke Muzaffarabad, ibu kota Kashmir yang dikuasai Pakistan. Ia melaksanakan shalat Idul Adha di salah satu masjid di kota tersebut.

Dalam khutbahnya, Qureshi mengatakan, dia sengaja shalat Idul Adha di Muzaffarabad untuk meningkatkan solidaritas dengan warga Kashmir. "(Saya) datang ke sini untuk mengekspresikan solidaritas Pakistan dengan Anda semua," ujar Qureshi kepada jamaah shalat Idul Adha.

Qureshi mendesak masyarakat internasional untuk memperhatikan kekejaman yang dilakukan oleh India dan pelanggaran hak asasi manusia di Kashmir. Dia mengatakan, Islamabad sedang berupaya untuk mengangkat masalah Kashmir ke dunia internasional dan menyoroti kekejaman India di wilayah tersebut.

Sementara itu, di Kota Karachi, warga setempat memanjatkan doa bagi warga Kashmir seusai shalat Idul Adha. Salah satu warga, Mohammad Adnan, mengatakan, seluruh warga Pakistan ikut merasakan kesedihan dan kesulitan yang dialami oleh umat Islam di Kashmir.

"Kami bersama saudara-saudara kami di Kashmir. Kami berbagi rasa sakit dan kesedihan mereka. Hari ini, doa khusus dipersembahkan untuk mereka," ujar Adnan.

Sementara itu, warga Kashmir di wilayah yang dikuasai India melaksanakan shalat Idul Adha dengan penjagaan ketat. Pasukan keamanan mengizinkan umat Muslim di daerah tersebut berjalan menuju masjid untuk melakukan ibadah salat Idul Adha. Namun, ada beberapa warga yang memilih untuk tetap tinggal di rumah.

"Hati kami terbakar. India telah melemparkan kita ke zaman kegelapan, tetapi Tuhan ada di pihak kita dan perlawanan kita akan menang,\" ujar seorang warga Kashmir, Habibullah Bhat (75 tahun).

Perdana Menteri India Narendra Modi mencabut status istimewa Negara Bagian Jammu dan Kashmir pada Senin (5/8). Pencabutan tersebut membatalkan Pasal 370 Konstitusi India. Status negara bagian Jammu dan Kashmir kemudian diturunkan lalu dibagi menjadi dua union territory.

Modi mengatakan, pencabutan status istimewa Kashmir bertujuan untuk menyatukan daerah itu sepenuhnya dengan India. Sejak India merdeka dari Inggris pada 1947, Kashmir terpecah menjadi dua pertiga untuk India dan sisanya masuk Pakistan. Pemisahan ini menjadikan Kashmir sebagai wilayah yang paling dimiliterisasi dalam 70 tahun terakhir. Dua dari tiga perang antara India dan Pakistan dipicu oleh isu Kashmir.

Belum pulih

Usai shalat Idul Adha, ratusan Muslim Kashmir berkumpul di sebuah jalan di Srinagar. Mereka melakukan aksi protes dengan meneriakkan, "Kami menginginkan kebebasan" dan "Pergi India".

Namun, dalam sebuah cicitan di Twitter, polisi India-Kashmir mengklaim bahwa pelaksanaan shalat Idul Adha berjalan dengan baik dan aman. Polisi melaporkan, sejauh ini tidak ada insiden kekerasan maupun kerusuhan sealama ibadah berlangsung.

Akhir pekan lalu, Pemerintah India melonggarkan pembatasan bagi warga Kashmir. Beberapa toko bahan makanan, toko buah, dan apotek dibuka menjelang perayaan Idul Adha. Namun, jaringan komunikasi, televisi, dan internet masih terputus.

Sekretaris Jenderal di Kementerian Luar Negeri India Vijay Keshav Gokhale mengatakan, jaringan komunikasi secara bertahap akan dipulihkan ketika hukum dan ketertiban sudah berjalan dengan baik. Diplomat senior ini mengatakan, sebagian besar masjid dibuka untuk memberikan kesempatan kepada umat Islam di Kashmir beribadah. Namun, ada juga masjid yang tidak dibuka karena alasan keamanan.

Dia mengklaim, sejauh ini tidak ada laporan mengenai kekurangan bahan pangan dan obat-obatan. "Tidak ada laporan kelaparan. Fasilitas medis, utilitas, dan layanan perbankan berfungsi normal," ujar Gokhale.

Pembatasan, peningkatan keamanan, dan pemutusan jaringan komunikasi bukan hal baru bagi warga Kashmir. Wilayah ini sebelumnya pernah mengalami pengekangan selama pemberontakan besar-besaran terhadap Pemerintah India pada 2008, 2010, dan 2016. Namun, tahun ini adalah pertama kalinya jaringan telepon rumah diputus sehingga semakin menambah kesulitan warga Kashmir untuk berkomunikasi. n reuters/ap ed: yeyen rostiyani

Let's block ads! (Why?)


https://ift.tt/2YK0ZMa
August 13, 2019 at 07:58AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2YK0ZMa
via IFTTT

No comments:

Post a Comment