REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh Flori Sidebang
Puluhan ibu berkerumun di depan gedung Sabhara Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (1/10). Mereka tak henti-hentinya bertanya kepada personel kepolisian mengenai keberadaan anak-anaknya.
Siang itu, para orang tua hendak menjemput anak-anak mereka yang diamankan kepolisian saat aksi demonstrasi yang berujung ricuh pada Senin (30/9). Sambil memegang dokumen kependudukan berupa kartu tanpa penduduk dan kartu keluarga (KK), mereka berdiri di dekat tangga gedung Sabhara untuk menunggu giliran untuk dipanggil.
Dari balik pintu kaca gedung, tampak para pengunjuk rasa yang diamankan kepolisian diatur dalam satu barisan yang cukup besar. Mereka yang semuanya merupakan laki-laki duduk sambil bertelanjang dada. "Pak polisi, anak saya mana?" demikian pertanyaan para orang tua kepada petugas kepolisian.
Para petugas mencoba menenangkan dan meminta para orang tua bersabar. Petugas kemudian memanggil satu per satu nama orang tua dan mengajak masuk ke dalam gedung.
Salah satu orang tua yang anaknya diamankan, Nuraningsih (56 tahun), menceritakan, anaknya yang bernama Nur Hidayat (23) tak pulang ke rumah pada Senin. Perempuan yang akrab disapa Nunung bingung bukan kepalang mencari keberadaan anaknya. Sebab, kata dia, ini merupakan kali pertama sang anak tidak memberitahukan keberadaannya.
"Kalau main biasanya memang pulang malam, tapi enggak pernah sampai enggak pulang. Tapi, kok tadi malam ini anak enggak pulang," ujar Nunung saat ditemui di Mapolda Metro Jaya, kemarin.
Apa yang dikhawatirkannya ternyata menjadi kenyataan. Pada kemarin pagi, ia mendapatkan kabar dari tetangganya bahwa Nur Hidayat telah ditangkap polisi terkait aksi unjuk rasa yang berakhir ricuh di sekitar DPR RI. Ia menambahkan, anak tetangganya itu pun turut diamankan bersama Nur Hidayat.
Nunung mengungkapkan, ini merupakan kali pertama sang anak terlibat dalam aksi unjuk rasa. "Tadi pagi dibilangin (tetangga), makanya saya lemas banget. Anak saya enggak pernah kayak gitu (ikut aksi unjuk rasa)," kata Nunung bingung.
Didampingi oleh menantunya, Nunung langsung bergegas menuju Polda Metro Jaya ketika mengetahui anaknya diamankan. Sepanjang perjalanan dari kediamannya di Depok, Jawa Barat, Nunung mengaku tak berhenti menangis karena mengkhawatirkan kondisi anaknya yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Pamulang. "(Perasaannya) Amburadul. Namanya anak. Deg-degan dan panik," tutur Nunung sambil terisak.
Sementara itu, Hidayat yang saat ditemui berada di sebelah ibunya mengaku ditangkap oleh polisi di depan gedung Polda Metro Jaya. Hidayat bercerita, saat itu ia hendak pulang setelah mengikuti aksi unjuk rasa di depan gedung DPR RI.
Namun, ketika ia melintas, kondisi di depan Polda Metro Jaya sedang terjadi kericuhan antara demonstran dan aparat kepolisian. "Jadi saat ricuh, saya sudah mundur jauh banget dari kerumunan. Saat lagi jalan persis di depan (Polda Metro Jaya), lagi jalan pulang, tahu-tahu diamanin," ungkap Hidayat.
Hidayat mengakui, ia ikut dalam aksi unjuk rasa. Hanya saja, ia mengaku tidak terlibat kericuhan yang terjadi di kawasan Semanggi. "Lempar-lemparan enggak ikut, tapi orasinya saya ikut," kata Hidayat menjelaskan.
Mereka yang datang bukan hanya ibu-ibu. Seorang ayah bernama Agus saat itu tampak sedang kelimpungan. Anaknya, Denny Basten Hendrawan, belum diketahui keberadaannya. Namun, ia mendengar informasi anaknya turut diamankan oleh kepolisian.
Agus mengaku sudah mencoba mencari ke Ditreskrimum dan gedung Sabhara. Namun, ia harus menelan kenyataan pahit bahwa nama sang anak tidak berada di sana.
Para petugas memintanya untuk menunggu. "Petugas yang di depan bilang tunggu saja karena semua sedang didata. Masalahnya, mau menunggu sampai kapan, terus bagaimana cara ngabarin-nya, sampai jam berapa enggak ada kepastian," kata Agus.
Agus mengungkapkan, berdasarkan keterangan dari teman anaknya, anaknya yang berusia 20 tahun itu ditangkap di sekitar Plaza Senayan. Namun, ia pun mengaku tidak tahu-menahu jika anaknya turut dalam aksi unjuk rasa.
Agus datang ke Polda Metro Jaya ditemani teman sang anak, Fathan. Ia tak bisa bergerak leluasa ke sana-kemari karena penyakit asam urat yang sedang dideritanya sedang kambuh.
"Fathan saat ini sedang ke Polres Jakbar, temannya yang lain lagi ke Polres Jakpus. Tapi, sampai sekarang belum ada kabar. Kalau sudah, saya tinggal datang dan bawa data-data Denny. Sampai saat ini belum ada kabarnya."
Para pengunjuk rasa yang diamankan diminta membuat surat pernyataan agar tidak mengulangi kembali kesalahan mereka. Surat pernyataan itu juga harus ditandatangani orang tua dengan menyertakan fotokopi kartu tanda penduduk (KTP) sebelum diizinkan membawa pulang anak mereka.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, mengatakan, kepolisian menangkap sebanyak 649 orang dalam aksi unjuk rasa. Dedi menyebut, ratusan orang itu ditangkap Polda Metro Jaya dan jajaran polres. "Jumlah di polda ada 380 orang," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (1/10).
Dedi memerinci, pihak Ditreskrimum Polda Metro Jaya menangkap sebanyak 258 orang, Ditreskrimsus 40 orang, dan Ditresnarkoba sebanyak 82 orang.
Sementara itu, dia menambahkan, di Polres Jakarta Utara terdapat 36 orang yang ditangkap, Polres Jakarta Pusat sebanyak 63 orang, dan Polres Jakarta Barat 170 orang. Ia mengatakan, pihak kepolisian masih melakukan proses penyelidikan. "Seluruhnya masih dalam proses penyelidikan," ujarnya.
Meski demikian, Dedi tidak memerinci terkait status ratusan orang yang ditangkap itu. Polisi akan mengidentifikasi apakah mereka berasal dari kalangan pelajar, mahasiswa, atau penyusup.
"Jadi, perlu saya sampaikan juga, kalau mahasiswa dan pelajar insya Allah demonya pasti akan damai. Kan ini ketika kita bicara oknum dan kita sudah menyampaikan berulang kali, kalau demo lebih dari jam 18.00 ke atas, sudah dapat dipastikan sudah menjelma menjadi perusuh," kata dia.
Aksi unjuk rasa di DPR RI Jakarta berujung ricuh. Aksi kericuhan bahkan berlangsung hingga Selasa (1/10) dini hari WIB yang meluas ke beberapa lokasi di Jakarta.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan, pihaknya melakukan tes urine terhadap para demonstran yang diamankan. Dari ratusan orang yang ditangkap, kata dia, ada yang terbukti positif mengonsumsi narkoba. Namun, ia tak memerinci jumlahnya. "Yang pasti ada tes urine dan ada yang positif (menggunakan narkoba)," ungkap Argo.
Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Budhi Herdi Susianto mengungkapkan, pada Senin pihaknya menangkap 114 orang. Sementara, pada Selasa pagi, ada sebanyak 59 orang yang kembali ditangkap.
"Tadi pagi kami dapat laporan dari Kejari Utara bahwa di terminal banyak anak-anak tidur dengan baju seperti anak sekolah, kemudian kami amankan 59 orang," kata Budhi saat dikonfirmasi, Selasa.
Budhi menjelaskan, dari 114 orang yang ditangkap, hingga saat ini tiga di antaranya masih berada di Mapolres Metro Jakarta Utara bersama 59 orang lainnya. Sementara, sisanya telah dipulangkan ke pihak keluarga masing-masing.
Budhi mengungkapkan, tiga orang tersebut diduga kuat menerima bayaran senilai Rp 40 ribu untuk terlibat dalam aksi unjuk rasa yang berakhir ricuh. Bahkan, dia menambahkan, salah satunya merupakan seorang nelayan. Namun, Budhi tidak menyebut identitas nelayan dan dua orang lainnya.
"Satu orang mengaku nelayan. Dia mengaku dibayar dan ternyata dia DPO (daftar pencarian orang) dari Polsek Cilincing. DPO kasus penganiayaan," ujar Budhi.
Sementara itu, kata dia, 59 orang yang diamankan kemarin pagi masih menjalani pemeriksaan. Beberapa di antaranya bahkan terdapat pelajar sekolah dasar (SD).
"Ada dua anak SD umur 11-12 tahun. Berdasarkan keterangan, mereka akan dibayar di sana. Setelah di sana nyari orang yang mau bayar enggak ketemu, akhirnya mereka balik," kata dia. ed: satria kartika yudha
https://ift.tt/2p9aKlT
October 02, 2019 at 08:36AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2p9aKlT
via IFTTT
No comments:
Post a Comment