REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Kabinet Perdana Menteri Irak Adel Abdul-Mahdi mengajukan serangkaian reformasi. Hal itu setelah rapat 'luar biasa' untuk merespons unjuk rasa anti-pemerintahan yang telah menewaskan hampir 100 orang.
Sejak Selasa (2/10) pekan lalu, warga Irak menggelar demonstrasi di Baghdad yang merembet ke berbagai provinsi lainnya. Mereka menuntut pemerintah melakukan reformasi yang dijanjikan Abdul-Mahdi ketika mulai menjabat satu tahun lalu.
Dilansir dari France 24, untuk merespons tingginya pengangguran yang menurut Bank Dunia mencapai 25 persen, pemerintah Irak berjanji akan membuat komplek-komplek pasar yang lebih besar lagi. Hal itu untuk mendorong tunjangan bagi mereka yang tidak bekerja.
Pada bulan lalu di kota Kut, seorang laki-laki membakar dirinya sendiri hingga tewas. Ia putus asa karena pemerintah menyita kios dorongnya.
Sektor publik tetap menjadi penyerap tenaga kerja terbesar di Irak yang memiliki populasi 40 juta orang. Tapi beberapa tahun terakhir ini masih tetap kesulitan untuk menyerap tenaga kerja lulusan universitas.
Baru-baru ini pemerintah setempat juga membersihkan rumah-rumah yang didirikan tanpa izin yang layak. Sebanyak tiga juta orang tinggal rumah-rumah semacam itu.
Pemerintah juga melakukan tindakan keras dalam menanggapi unjuk rasa. Mereka menggunakan peluru tajam dan gas air mata serta memutus jaringan internet.
Para pengunjuk rasa yang sebagian besar pemuda mengatakan mereka tidak didukung politikus atau ulama tertentu. Mereka juga mengecam dan menyerang semua politisi di pemerintahan.
Komisi Hak Asasi Manusia Irak mengatakan sudah 99 orang meninggal dan hampir 4.000 orang terluka dalam unjuk rasa tersebut. Pemerintah menjadikan mereka yang terbunuh sebagai 'martir' dan menjamin keluarganya mendapat tunjangan.
https://ift.tt/2VjEx7q
October 07, 2019 at 08:34AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2VjEx7q
via IFTTT
No comments:
Post a Comment