Bucin alias Budak Cinta menjadi fenomena baru yang viral di tengah kaum milenial. Sebagaimana sebutannya sebagai budak cinta, tentunya ia berposisi layaknya budak yang boleh diperlakukan apa saja oleh orang yang memperbudaknya. Tentunya atas nama cinta, mereka bisa melakukan apa saja buat orang atau pihak yang dicintainya.
Fenomena bucin di tengah kaum milenial ini merupakan gambaran dari sebuah generasi yang galau, mudah terombang - ambing arus jaman yang semakin liberal dan hedonis. Bagi mereka yang penting perasaan cintanya tersalurkan, bahkan penyaluran sudah terkategori di luar nalar yang sehat.
Penampakan fenomena bucin ini ada dalam bentuk sebagai berikut ini
Pertama, fenomena bucin terhadap sosok idola. Di dalam kehidupan yang serba diukur dengan materi ini berimbas kepada pemilihan idola dalam kehidupannya. Fisiknya oke, penampilan glamor disertai dengan gaya hidup yang tidak kudet (kurang update) dan tidak kuin (kurang informasi) menjadi standar di dalam pemilihan sosok idola.
Mereka akan menjadikan idolanya tersebut sebagai teladan hidupnya. Mulai dari tampilan fisiknya, cara berpakaiannya yang kekinian, hingga pola kehidupannya dicontoh.
Jika sang idola akrab dengan pergaulan bebas, maka itu menjadi hal yang juga dilakukannya. Mereka bisa mengorbankan waktu, tenaga, harta, bahkan jiwanya hanya untuk sekedar bisa bertemu dan menghadiri show sang idolanya. Bahkan yang lebih parah, mereka bisa mengorbankan untuk menunaikan kewajiban sholat misalnya, agar tidak ketinggalan pertunjukan dan kontes sang idola.
Patutlah kiranya dalam hal ini untuk direnungkan sabda Nabi Muhammad Saw yang artinya:
"Seseorang itu tergantung dengan agama temannya, maka perhatikanlah dengan siapa kalian itu berteman".
Ini sama artinya kepribadian sang idola akan ditiru secara utuh. Oleh karenanya, penting dalam hal ini untuk selektif dalam memilih teman dan idola. Seorang teman yang baik dan sholeh akan mengajak temannya kepada kebaikan. ia akan memilihkan seorang idola yang baik dan sholeh.
Walhasil, sebagai remaja Islam bisa menjadikan idola dari kalangan para sahabat Nabi, para ulama salafush sholih dan para ilmuwan muslim yang telah memberikan sumbangsih besar bagi perkembangan Islam. Lebih utama lagi menjadikan NabiMuhammad Saw sebagai idola.
Mari kita ambil contoh menjadikan idola sosok ilmuwan muslim yakni Al - Khowarizmi. Jangan kuatir menjadi sosok yang tidak moderen dan tidak keren.
Sosok Al Khowarizmi itu adalah sosok yang keren. Beliau itu selain penemu angka nol dan aljabar matematika, mahir ilmu waris dan paham ilmu agama. Keren dan moderen, bukan?!
Jadi prinsipnya tetap bisa keren, gaya masa kini, dan kece dalam kesholihan.
Kedua, fenomena bucin terkait urusan cinta terhadap lawan jenis. Kaum milenial yang sudah terkena virus merah jambu cenderung ia akan selalu menjaga ucapan dan tindak - tanduknya agar tidak menyinggung hati si doi.
Bahkan sekedar untuk terlihat keren dan gentle di depan doi, ia akan melakukan pengorbanan apapun. Bila si doi minta dijemput, maka ia akan menjemputnya walaupun dengan motor hasil pinjaman.
Ya, bisa pinjam temannya atau di tempat yang menyediakan rental motor. Setiap malam minggu, ia akan berusaha menyenangkan doi atau gebetannya dengan mengajaknya shoping di mall, makan - makan di kafe dan jalan - jalan ke tempat hiburan malam.
Tidak peduli berapa biaya yang dikeluarkannya. Bahkan korban bucin akan senang hati menghabiskan uang jatah bulanan dari orang tuanya dengan tujuan hanya agar menjadi bukti akan cintanya.
Perasaan hati takut kehilangan si doi, galau bila sekedar tidak melihat foto si doi di beranda sosial medianya, merupakan hal-hal yang menyita sebagian besar waktunya. Bahkan terdapat semboyan yang membuat miris yakni Cinta Tidak Harus Memiliki. Tidak heran kemudian perasaan hati yang tidak terkontrol ini menjerumuskannya kepada perbuatan dosa dan maksiat.
Sebagai seorang muslim, kita memiliki agama dan ideologi Islam yang ajarannya sudah paripurna. Tentunya mengenai manajemen cinta pun sudah diberikan panduan oleh Islam.
Sesungguhnya adanya rasa cinta adalah hal yang wajar karena manusia mempunyai naluri nau yakni naluri melanjutkan keturunan. Salah satu penampakannya adalah rasa cinta pada lawan jenis.
Keberadaan naluri nau ini adalah dalam rangka agar laki-laki dan wanita bisa menikah dan mempunyai keturunan atau anak. Untuk tujuan inilah naluri nau diciptakan pada diri manusia. Walhasil, jika sudah berani jatuh cinta kepada lawan jenis maka konsekwensinya adalah menikah, bukan untuk bersenang - senang di luar pernikahan.
Adapun kriteria calon istri atau suami harus mengutamakan pemahaman agamanya. Orang yang paham agama akan mengetahui dan melaksanakan kewajiban agama dan meninggalkan hal-hal yang dilarang agama.
Dari paparan di atas, kita dapat mencermati bahwa fenomena bucin di tengah kaum milenial ini harus mendapat perhatian khusus. Kerjasama yang baik antara orang tua, sekolah, masyarakat juga termasuk negara untuk memberikan bekal pemahaman dan pendidikan terkait fenomena dan manajemen cinta yang benar. Maka dampak kerusakan moral akibat dari fenomena bucin ini dapat segera ditanggulangi.
Pengirim: Ainul Mizan, guru asal Jalan Kanjuruhan Tlogomas Malang.
https://ift.tt/324lPCx
November 02, 2019 at 07:34AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/324lPCx
via IFTTT
No comments:
Post a Comment