Pages

Friday, September 27, 2019

Jokowi Minta Masukan Para Relawan Polemik UU KPK

Jokowi Meminta Masukan Relawan Soal UU KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pihak Istana Kepresidenan mengonfirmasi bahwa pertemuan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan perwakilan mahasiswa se-Indonesia di Istana Merdeka batal dilakukan pada Jumat (27/9). Presiden Jokowi justru mengundang 22 relawan pendukungnya ke Istana Merdeka, Jumat (27/9) sore, untuk meminta masukan para relawan terkait polemik revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah disahkan DPR.

Di antara yang tampak hadir adalah politikus Rizal Mallarangeng, Sekjen Seknas Jokowi Dedy Mawardi yang juga menjabat komisaris utama PTPN XI, hingga Koordinator Nasional Komunitas Alumni Perguruan Tinggi, Ammarsjah. "Kami beri pandangan dari perspektif hukum, psikologi, kemudian sosiologi," ujar Dedy Mawardi di Istana Kepresidenan, kemarin.

Para relawan, kata dia, memberi masukan mengenai tiga opsi penyelesaian polemik revisi UU KPK. Di antaranya melalui tinjauan legislatif, uji materi ke Mahkamah Konstitusi, atau penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).

Presiden, kata Dedy, menghendaki pengambilan keputusan terhadap tiga opsi tersebut bisa dilakukan dalam waktu cepat. Ia juga menyampaikan bahwa Presiden masih menjadwalkan dua kali pertemuan lagi, yakni bersama mahasiswa dan tokoh LSM.

Dedy menceritakan, hingga saat ini Presiden Jokowi belum menandatangani dokumen revisi UU KPK yang disahkan bersama DPR. Dalam beberapa hari ini, kata dia, Presiden segera meneken UU KPK ini untuk selanjutnya diambil keputusan lanjutan mengenai penerbitan Perppu KPK atau dua opsi lainnya. "Apapun keputusan Presiden kami dukung," ujar dia.

Sementara itu, belum ada kejelasan lebih lanjut soal kelanjutan rencana pertemuan dengan mahasiswa yang disampaikan Presiden pada Kamis (26/9) itu. Konfirmasi mengenai urungnya pertemuan Jokowi dengan mahasiswa menyusul keputusan BEM Seluruh Indonesia yang menolak bila pertemuan dilakukan di istana. Mahasiswa pun mengajukan sejumlah syarat, termasuk pertemuan antara mereka dan Presiden Jokowi dilakukan secara terbuka sehingga masyarakat bisa menyaksikan.

Menteri Sekretaris Negara Pratikno menampik anggapan bahwa Presiden Jokowi enggan memenuhi syarat yang diajukan mahasiswa. Ia berdalih, jadwal Presiden Jokowi memang padat hingga Jumat (27/9) sore. Pratikno menyebut, pihak sekretariat presiden pun belum menjadwalkan pertemuan antara Jokowi dan mahasiswa.

"Nggak, belum ada jadwal. Nanti ada beberapa pertemuan sore ini, tapi dengan BEM kelihatannya belum. Sore ini memang ada beberapa pertemuan. Presiden juga ada beberapa tamu. Jadi, jadwalnya belum ditetapkan," kata Pratikno menjelaskan di istana, Jumat (27/9).

Soal urungnya pertemuan meski Presiden sudah mengumumkan di media kemarin, Pratikno menilai bahwa rencana bisa saja berubah. Pertemuan tetap dijadwalkan, tetapi menurutnya bisa saja tertunda. "Ya, namanya merencanakan. Kan bisa saja tertunda," katanya.

Pada Kamis (26/9), Presiden Jokowi menyebutkan bahwa dia mengundang perwakilan mahasiswa untuk datang ke istana pada hari ini. Namun, undangan presiden ini ditolak aliansi BEM SI bila pertemuan dilakukan di Istana Negara.

"Aliansi BEM Seluruh Indonesia hanya bersedia bertemu dengan Presiden apabila dilaksanakan secara terbuka dan dapat disaksikan langsung oleh publik melalui kanal televisi nasional," ujar Koordinator Pusat Aliansi BEM SI, M Nurdiansyah, dalam pernyataannya, Jumat (27/9).

Selain itu, Presiden diminta menyikapi berbagai tuntutan mahasiswa yang tercantum di dalam Maklumat Tuntaskan Reformasi secara tegas dan tuntas. Nurdiansyah menegaskan, pertemuan tersebut harus menjamin bahwa nantinya akan ada kebijakan yang konkret demi terwujudnya tatanan masyarakat yang lebih baik.

Dia menambahkan, sesungguhnya setiap aspirasi mahasiswa berasal dari kantung-kantung kegelisahan masyarakat akibat tidak sesuainya kebijakan negara dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Seluruh aksi demonstrasi ini tidak akan terjadi apabila negara mau membuka diri serta mampu mendengar apa yang diinginkan oleh masyarakat.

"Kami rasa tuntutan yang diajukan telah tersampaikan secara jelas di berbagai aksi dan jalur media. Sehingga, sejatinya yang dibutuhkan bukanlah sebuah pertemuan, melainkan tujuan kami adalah sikap tegas Bapak Presiden memenuhi tuntutan," kata Nurdiansyah menjelaskan.

Di antara tuntutan para mahasiswa adalah dibatalkannya revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) dan pembatalan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Tuntuan tersebut mereka sampaikan dalam unjuk rasa di berbagai daerah sejak Selasa (24/9).

Menurut Ketua BEM Universitas Indonesia (UI) Manik Margamahendra, pihak mahasiswa menyayangkan keputusan Presiden hanya mengundang mahasiswa. "Kami menyayangkan undangan terbuka hari ini yang hanya ditujukan kepada mahasiswa, tetapi tidak mengundang elemen masyarakat terdampak lainnya," ujar Ketua BEM se-Universitas Indonesia Manik Marganamahendra, Jumat (27/9).

Menurut dia, gerakan Reformasi Dikorupsi merupakan gerakan seluruh elemen masyarakat. Dia menilai, dampak yang terjadi akibat adanya pembahasan dan/atau pengesahan RUU bermasalah (RKUHP, Revisi UU KPK, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, RUU Minerba), kebakaran hutan, segala bentuk tindakan represif dan intimidatif oleh aparat, kriminalisasi aktivis, dan masalah lain yang mengancam demokrasi dan pelemahan upaya pemberantasan korupsi, tidak hanya berdampak bagi mahasiswa, tetapi juga masyarakat secara luas.

Pihak mahasiswa juga menilai akan sulit menyampaikan berbagai aspirasi apabila masih terdapat banyak kekerasan. "Ketika kriminalisasi dan tindak kekerasan masih terjadi kepada aktivis, maka menyampaikan aspirasi tidak dapat sepenuhnya dilaksanakan. Karena hal tersebut terjadi, maka undangan Bapak belum dapat memenuhi amanat kedaulatan rakyat," kata Manik.

Let's block ads! (Why?)


https://ift.tt/2mtcHJ0
September 28, 2019 at 08:10AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2mtcHJ0
via IFTTT

No comments:

Post a Comment